Sabtu, 06 Oktober 2018

CERPEN FIKSI ILMIAH


KIRANA THE FAIRY MUTANT









****

     “Kirana! “ Seorang wanita tua tertatih-tatih mencari cucu kesayangannya.
     Kirana,atau biasa di panggil Ran, adalah  gadis yatim piatu yang baru menginjak usia 17 tahun. Sejak kecil ia tinggal dengan mak Ijah, ibu dari ayahnya setelah kedua orang tua nya meninggal dalam bencana tanah longsor. Mak Ijah sangat menyayanginya karena hanya dia satu-satunya cucu yang ia miliki. Walaupun kedua orang tuanya sudah tiada, Ran tidak pernah memperlihatkan kesedihannya di depan neneknya itu. Ia tidak ingin memuat neneknya sedih. Oleh karena itu ia selalu bersikap ceria dan pantang menyerah.
     Matahari sudah mulai condong ke barat, Ran masih sibuk mengikat kayu-kayu kering yang ia kumpulkan. Keringat sudah membasahi seluruh tubuhnya tetapi ia masih tampak semangat tanpa rasa lelah di wajahnya. Rambut lurus panjangnya di ikat dengan pita merah menambah ayu wajah cantiknya. Suara serangga hutan laksana nyanyian dengan sepoi angin membuat dedaunan menari pelan. Kirana menggendong kayu-kayu itu di punggungnya dan segera menemui nenek yang sedari tadi memanggilnya.
     “Ran, istirahatlah dulu.”
     “Iya nek,” Ia duduk diatas tikar daun pandan yang mereka bawa dari rumah. Mak Ijah memberinya segelas air dan kue.
     Saat tengah asyik beristirahat, Duar! Sebuah ledakan terdengar dari kejauhan hingga membuat burung-burung yang nangkring di pohon berterbangan.
     “apa itu nek”
     “entahlah”
     Kirana berdiri dan hendak mencari sumber suara ledakan itu tapi langkahnya terhenti karena mak Ijah menahan tangannya.
     “Ran ingin melihat apa itu nek,nenek tenang saja Ran akan segera kembali” Kirana berlari ke arah sumber suara dan ternyata itu dari sebuah rumah kecil di tengah hutan.
     “aduh,,,kalian ini bagaimana sih, bagaimana mesinnya bisa rusak begini?”
     “maaf prof, dosis cairan yang kami masukkan ternyata salah,tabung reaksi di dalam mesin jadi meledak.”
     “Padahal kita hampir berhasil,serum ini hampir berhasil.Bagaimana kita menguji serumnya jika kita tidak memiliki cairan ini?”
     Tiga pria berjas putih itu saling tatap lalu menghela nafas. Pria berkepala botak terlihat frustasi dengan mengelus kasar kepala botaknya.
     Kirana mengintip dari balik jendela menatap ke dalam rumah kecil itu. Ia melihat pada ketiga pria paruh baya itu.Ia menatap isi ruangan yang dipenuhi alat-alat ilmiah. Di tengah ruangan berdiri sebuah mesin yang tampak mengeluarkan asap yang Ran sendiri tak tau itu mesin apa karena bentuknya sangat aneh.Kirana yakin itulah sumber suara ledakan yang ia dengar tadi. Di atas meja berderet tabung-tabung kaca yang berisi cairan beraneka warna. Tampak burung – burung digantung diatas loteng dengan kondisi sudah mati. Beberapa binatang dikurung di kerangkeng di samping ruangan itu. Kirana merasa kasihan melihat binatang-binatang itu. Kirana mulai memasuki ruangan itu diam –diam agar tak di ketahui tiga pria itu. Kirana membuka pintu kandang binatang-binatang itu perlahan dan membiarkan mereka berlarian masuk hutan. Mendengar ada kericuhan di ruang samping, para pria itu pergi memeriksanya dan mendapati Kirana tengah berjongkok dan para binatang sudah tak ada di kandangnya.
     “hey! Apa yang kau lakukann disini”
     Kirana ketakutan dan hendak melarikan diri tapi salah satu dari mereka menghadang dan menangkapnya. Kirana mencoba untuk melepaskan diri tapi sia-sia. Mereka membawa nya keruangan tengah di dekat mesin percobaan.
     “ lepaskan aku!”
     “apa yang kau lakukan disini gadis kecil?” pria botak menatapnya sangar.
     “dia melepaskan semua binatang di kandang prof”
     “apa? “
     Saat mereka masih terus berbicara Karina memanfaatkan kesempatan itu dan menginjak kaki pria yang memegangnya untuk melepaskan diri. Pria itu kesakitan dan saat karina akan berlari pria botak menariknya tapi kakinya tersangkut kabel mesin dan terjatuh. Begitupun Karina ia terguling dan kepalanya membentur kaki meja. Sebuah botol kaca berisi cairan berwarna biru jatuh dan pecah tepat di atas punggungnya. Kirana berteriak karena cairan itu terasa sangat panas di punggungnya. Punggungnya mulai berasap pakaiannya terlihat seperti dibakar. Tiga pria itu panik dan bingung harus melakukan apa. Pria botak mencoba mengambil air dan menyiramkannya ke tubuh Kirana tapi itu justru membuat kirana semakin berteriak menahan sakit. Perlahan dari luka bakar punggungnya mulai muncul dua benjolan besar yang semakin membesar. Teriakan Kirana terdengar memilukan tatkala benjolan itu terus membesar dengan cepat. Kemudian benjolan itu meletus dan tampak tonjolan tulang keluar dari punggung gadis itu. Darah segar mulai membanjiri tubuhnya. Kirana tak henti-hentinya berteriak. Tonjolan tulang itu kian memanjang dan  terus memanjang dan akhirnya berhenti saat panjangnya melebihi panjang tubuh gadis itu. Tak kuat menahan sakit yang mendera tubuhnya, Karina pun tersungkur di lantai dan kehilangan kesadaran.
     Tiga pria itu terpaku menatap seolah tak percaya dengan apa yang ia lihat barusan. Mereka tampak sedih sekaligus bahagia karena serum yang mereka buat ternyata berhasil. Lalu mereka menghampiri tubuh Kirana yang sudah bermandikan darah.
     “apa dia mati?”
     “tidak,dia belum mati. Lihat! Dia masih bernafas.”
     “prof, apa yang harus kita lakukan?”
     “kita harus merawat gadis ini. Ini akan menjadi bukti bahwa eksperimen kita ternyata berhasil.”
    “tapi prof,serum itu belum sempurna. Kita kekurangan satu cairan lagi untuk menyempurnakannya.”
     “kita fikirkan itu nanti,ayo angkat tubuh gadis ini!”
     Mereka menelungkupkan tubuh gadis itu di tempat tidur yang sangat lebar. Mereka mengobati luka nya dan memasangkan berbagai peralatan medis pada tubuh gadis itu. Sepasang tulang panjang yang mirip seperti tulang sayap burung itu dibentangkan dan mulai di bersihkan.
     Sementara itu, mak Ijah mondar mandir menunggu kedatangan Kirana yang belum juga pulang. Hari sudah mulai gelap. Mak Ijah khawatir kirana kenapa-napa di dalam hutan. Ia pun memutuskan mencari kirana bersama dua pria tetangganya. Berjam-jam mencari tapi mereka belum juga menemukannya. Mak Ijah menangis dan memanggil-manggil nama cucunya itu. Tapi tak juga menemukannya. Tetangga menenangkan mak Ijah dan mengajaknya pulang karena malam sudah larut. Dengan berat hati mak Jah mengikuti ajakan mereka.
     Kirana  membuka matanya perlahan. Sinar mentari yang masuk lewat jendela menyilaukan matanya. Ia tak bisa menggerakkan punggungnya dan seluruh tubuhnya terasa sakit. Ia merasa ada yang aneh pada punggungnya. Dua orang pria masuk dan meletakkan sepiring bubur dan segelas susu di atas meja. Lalu ia mulai memeriksa keadaannya.
     “wah,reaksinya sangat cepat! Gus lihat kesini!” pria yang di panggil Agus itu segera menghampirinya.
     “wah,kau benar.bulu-bulunya sudah mulai tumbuh! Ini benar-benar hasil eksperimen kita yang mengagumkan.”
     “a a apa yang sudah kalian lakukan padaku?” suara Kirana terdengar sangat lemah.
     “kau sudah sadar rupanya. Apa kau mau sarapan?”
     “kalian belum menjawab pertanyaan ku”
     Kedua pria itu saling pandang dan tampak gugup. Agus pun menghela nafas.
     “maaf kami membuatmu harus mengalami ini. Sebenarnya kami tidak merencanakannya,ini murni kecelakaan,ya kan din?”
     “i ii iya, kau ingatkan saat kau membentur meja dan sebuah cairan mengenai punggungmu? Cairan itu membuat punggungmu seperti ini. Tapi kau tenang saja kau akan baik-baik saja.”
     “apa ini di pungungku kenapa rasanya berat sekali?”
     “itu tulang sayap mu, tidak lama lagi kau akan menjadi satu-satunya manusia yang memiliki sayap di dunia ini.” Udin terlihat sangat bersemangat.
     “apa,sayap?”
     “iya, ini adalah eksperimen kami. Kami mengambil sampel DNA dari organ tubuh burung merpati dan kami reaksikan agar bisa melakukan mutasi genetik pada organ tubuh lain. Sehingga akan membuat  binatang lain dapat memiliki sayap seperti burung. Kami pikir ini hanya akan kami uji pada binatang,tapi ternyata justru berhasil pada manusia. Dan yang lebih mengejutkan lagi, reaksinya sangat cepat. Seharusnya sayap baru tumbuh tiga atau empat hari, tapi itu langsung tumbuh dengan cepat di punggungmu.”
     Kirana tertegun mendengar penjelasan  dari udin. Ia mulai berfikir para pria disini sudah gila dan dia adalah korban kegilaan mereka.
     “kau tenang saja,kami akan merawatmu dan membuatmu terbiasa dengan kondisi ini.”
     Hari berlalu bulan berganti. Tak terasa setahun sudah kirana bersama tiga ilmuwan itu. Kirana pun sudah bisa menyesuaikan diri dengan keadaan tubuhnya. Kini sayapnya sudah dipenuhi bulu berwarna putih. Bahkan kini ia bisa terbang mengepakkan sayapnya itu. Kondisi tubuhnya sudah lebih baik dari sebelumnya. Kirana teringat dengan neneknya. Bagaimana keadaan neneknya sepeninggalnya? Pertanyaan itu terus menghantui pikirannya. Ia pun mohon izin pada Supri, Agus dan Udin untuk pulang kerumah.
     “kami akan ikut bersamamu. Ingat ! kita harus bertemu orang penting minggu depan.” Supri mengingatkan.
     “orang penting?”
     “iya, apa Udin dan Agus belum memberitahumu?” Supri melayangkan pandangnnya pada kedua anak buahnya itu, dan mereka hanya menggeleng dengan ekspresi gugup.
     “ kita akan menemui pimpinan kami untuk mempresentasikan hasil eksperimen yang telah kami lakukan.”
     “lalu kenapa aku harus ikut?”
     “Ran,kau adalah hasil dari eksperimen kami itu. Tentu saja kau harus ikut.”
     “kalian tidak akan menjualku kan?”
     “tentu saja tidak.kau itu berharga bagi kami.”
     Kirana akhirnya setuju ikut dengan mereka.
     Mereka pun keluar dari hutan menggunakan mobil jeep kecuali kirana yang terbang tak jauh di atasnya. Kemampuan terbangnya sudah sangat baik. Sesampainya di rumah mak Ijah, kirana mengetuk pintu pelan seraya memanggil lembut neneknya itu. Para tetangga yang melihat kirana kaget bukan kepalang melihatnya pulang setelah satu tahun hilang di hutan. Yang lebih mengagetkan lagi kondisi nya sekarang yang memiliki sepasang sayap indah di punggungnya.
     Mak Ijah membukakan pintu. Ia terkejut melihat cucu kesayangannya berdiri di depan pintu. Dengan tangisan haru ia memeluk erat tubuh gadis itu melepaskan kerinduan. Saat mereka hanyut dalam tangisan kebahaagiaan, Mak Ijah pun tercengang dan langsung melepaskan pelukan mereka saat menyadari ada sepasang sayap di punggung cucunya.
     “Ran..,a a apa itu yang ada di punggung mu!” Kirana tersenyum dan mengembangkan sayapnya hingga membuat mak Ijah hampir pingsan melihatnya.
     Mereka duduk di kusi tamu mendengarkan Supri. Suasana tampak tegang.
“itu lah yang terjadi nek.” Supri menjelaskan semuanya pada mak Ijah. Mak Ijah hanya bisa terpaku mendengar semua yang menimpa cucunya. Ia pun kembali memeluk cucunya dengan air mata bercucuran. Supri pun minta izin pada mak Ijah untuk membawa Kirana ke Jakarta minggu depan. Awalnya mak Ijah tidak mengizinkan tapi Kirana meyakinkan dan akhirnya mengizinan mereka membawa cucunya dengan berat hati. 
     Profesor supri, agus dan udin turun dari mobil dengan gaya cool ala film di televisi di depan sebuah gedung Pusat Riset Biologi Nasional. Tak lama kemudian mereka pun memasuki sebuah ruangan luas dengan puluhan orang-orang berpakaian rapi. Dengan bangga mereka berdiri di atas podium lalu mulai membuka acaranya.
     “bapak-bapak dan ibu-ibu para ilmuan yang kami hormati, terima kasih telah hadir dalam acara ini. Sambutlah hasil eksperimen yang kami lakukan selama dua tahun ini. Kirana si gadis bersayap!”
     Atap tempat Supri, udin dan Agus berdiri terbuka dan turunlah Kirana secara perlahan sambil membentangkan kedua sayapnya. Gaun putih yang dirancang khusus untuknya itu melambai-lambai dan kecantikan wajahnya membuat penampilannya tampak sempurna, seperti bidadari turun dari langit. Semua mata terpana melihat Kirana. Tentu saja Supri dan kedua anak buahnya merasa bangga. Tanpa mereka sadari sebuah tatapan ambisius tengah mengintai mereka.
     Acara presentasi sukses di lakukan. Profesor Supri dan anak buahnya mendapat banyak ucapan selamat atas keberhasilannya. Pimpinan mereka pun juga terkesan dengan hasil eksperimen yang mereka buat. Mereka pun di perbolehkan kembali bekerja di pusat riset biologi tersebut.
     Beberapa saat kemudian seorang pria berkaca mata hitam dengan dua orang pengawal di sampingnya datang menghampiri Profesor Udin. Supri tau benar siapa itu. Ia adalah Broto si ambisius yang akan melakukan segala cara untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Ia juga yang menyabotase hasil eksperimen yang sebelumnya ia lakukan sehingga ia di depak keluar dari gedung itu. Kali ini tak kan ia biarkan ia mendekati Kirana.
     “Wah wah wah, Profesor Supri. Hasil eksperimen mu kali ini sangat mengagumkan.” Supri hanya diam menatapnya tajam. Dendam masa lalu masih membekas di hatinya. Andai saat itu ia punya bukti untuk membuatnya membusuk  di penjara karena sudah menyabotase hasil eksperimennya. Tapi, kekuatan uang mampu membuat ia yang dipersalahkan dan di tendang keluar dari pusat riset.
     “ untuk apa kau menemuiku?”
     “ooo,santai, saya hanya ingin memberimu selamat. Apa itu salah? Jujur saya sangat terkesan pada hasil eksperimenmu. Kau berhasil menghasilkan suatu keajaiban yang indah. Selamat Profesor,selamat....” Cengiran licik terlihat jelas di wajahnya yang sudah berkeriput. Kemudian Broto pergi meninggalkan Supri.
     Kirana terbang bebas mengitari gedung-gedung tinggi menjulang. Ia sangat bahagia. Dulu ibunya sering bercerita tentang peri-peri kecil bersayap yang selalu berterbangan di antara bunga-bunga. Kini ia merasa seperti peri-peri itu.
     “Ran! Apa kau bisa mendengarku” suara Agus terdengar dari seberang earphone yang ia kenakan.
     “ ya, pak Agus,ada apa?”
     “Kamu di mana? Ayo ke gedung sekarang! Penting!” Agus mematikan sambungannya.
     Kirana terbang memutar kembali ke gedung pusat riset. Ia pun mendarat di puncak gedung yang disana telah menunggu Supri, Agus dan Udin.
     “ada apa?”
     “Kamu darimana saja?”
     “aku abis muter-muter mengitari kota, untuk melatih kemampuan terbangku”
     “ada yang perlu kami katakan padamu,jadi tolong dengarkan baik - baik karena ini sangat penting. Begini, serum yang mengenai punggung mu itu belum sempurna. Jadi, ada kekurangan dari serum tersebut. Sebenarnya ada satu campuran zat terakhir untuk menyempurnakan serum itu. Tapi karena mesinnya meledak kami tidak bisa membuatnya. Jadi, serum itu memiliki efek samping.”
     “efek samping?”
     “iya,karena serum itu bermutasi dengan gen yang ada di tulang belakang dekat dengan jantung, itu berdampak pada kerja jantung. Jadi kamu jangan pernah terbang terlalu tinggi karena tekanan tinggi di bagian atmosfer bumi bagian atas akan membuat jantungmu mengeras dan kamu akan mati.” Supri menjelaskan dengan wajah yang sangat serius.
     “ohhh,begitu. Tapi kalian tenang aja aku gak akan terbang terlalu tinggi kok.”
     Proyek eksperimen profesor Supri mulai di kembangkan. Proyek itu hampir setengah jalan,tapi Supri terkejut saat mengetahui bahwa Broto yang menjadi investor utama proyeknya. Supri curiga ini pasti rencananya untuk mencuri hasil eksperimennya lagi. Profesor Supri menghentikan proyeknya dan langsung membuat para ilmuwan lain yang ikut terlibat kecewa padanya. Supri menjelaskan tentang kelicikan Broto pada mereka tapi tak satupun yang percaya padanya. Supri, Agus dan Udin menghancurkan laboratorium tempat proyek di langsungkan. Pimpinan Riset marah besar dan memerintahkan untuk menangkap mereka. Broto memanfaatkan keributan itu untuk menangkap Kirana. Tapi hal itu langsung di ketahui oleh Supri dan anak buahnya. Mereka pun segera meminta Kirana menemui mereka di puncak gedung.
     “Ran, kau dalam bahaya,sekarang cepatlah pergi,cepat..”
     “a a ada apa pak Udin? Kenapa kalian tampak khawatir?”
     Para orang suruhan Broto telah naik ke puncak gedung tersebut dan mendapati mereka berada disana. Beberapa di antara mereka ada yang memegang  pistol jala untuk menangkap Kirana dan yang lainnya memegang senjata api.
     “Ayo cepat pergi dari sini! Cepatlah!” Supri mendorong Kirana dan dengan ragu-ragu Kirana terbang melesat meninggalkan mereka. Dorr...! suara tembakan terdengar mengarah padanya tapi untung saja meleset. Kirana menoleh dan melihat Supri, Agus dan Udin di tangkap oleh mereka. Dengan bercucuran air mata ia melanjutkan penerbangannya.
     Kirana menangis terisak-isak dengan terus mengepakkan sayapnya di bawah langit senja. Ia menatap matahari yang mulai bersembunyi di balik cakrawala lautan yang luas. Lalu sayup-sayup ia mendengar suara helikopter dari kejauhan. Kirana pun terbang di tempat dan menoleh kearah sumber suara helikopter tersebut. Suara itu kian mendekat dan muncullah tiga helikopter dengan pria-pria yang menangkap Supri dan anak buahnya tadi di sisi helikopter. Mereka menembakkan jala kearahnya tapi untungnya Kirana bisa menghindar. Kirana terbang lebih cepat dan dengan lihainya ia menghindari setiap tembakan. Helikopter - helikopter itu terus mengejarnya. Kirana terbang berputar dan melesat memutar arah hingga membuat dua helikopter saling bertabrakan dan meledak lalu  jatuh ke lautan dibawahnya. Tinggal satu helikopter yang mengejarnya. Ternyata didalamnya ada Broto yang dengan wajah kesal penuh amarah menembakkan pistolnya bertubi-tubi ke arah Kirana. Salah satu tembakan mengenai lengan kirinya. Kirana terbang menjauh tapi helikopter ini sama cepatnya dengan kecepatannya. Ia pun terbang naik ke atas karena helikopter tidak mungkin bisa terbang terlalu tinggi. Benar saja, saat helikopter itu menyusul Kirana naik keatas helikopter hilang kendali dan akhirnya jatuh ke laut. Kiran lega ia terbebas dari kejaran mereka. Tapi tiba-tiba ia teringat ucapan Supri yang melarangnya terbang terlalu tinggi. Ia mulai merasa jantungnya makin melemah dan ia pun merasakn sakit di dadanya. Perlahan ia kehilangan kekuatan dan penglihatannya. Kirana pun hampir kehilangan kesadaran dan mulai merasa detakan jantungnya mulai melemah. Tubuhnya pun jatuh menuju laut. Berbagai slide gambaran kenangan masa kecilnya terlintas di benaknya. Mulai wisatanya dengan kedua orang tuanya ke pantai Ancol hingga kejadian naas malam itu yang merenggut nyawa kedua orang tuanya.
     “ibu,ayah,sepertinya aku bisa menyusul kalian sekarang. Nenek, maafin Ran gak sempat pamit sama nenek. Ran sayang sama nenek.” Ucapnya lirih dengan air matanya bercucuran. Tubuhnya kian mendekati laut dan akhirnya di telan gelombang lautan luas.
Berita tentang jatuhnya tiga helikopter di selat sunda menyebar sangat cepat. Begitupun tentang hilangnya si gadis bersayap yang belum lama menjadi perbincangan masyarakat. Profesor supri, Agus dan udin menatap luasnya selat sunda dari atas dermaga. Bulir-bulir airmata tampak di sudut mata Supri mengungkapakan kesedihannya tentang nasib tragis yang menimpa Kirana.Ia sudah menyayangi Kirana seperti putrinya sendiri. Sedang Udin dan Agus menangis mengharu biru sambil berpelukan menangisi kepergia Kirana.
“Kini Selat sunda menjadi saksi bisu kematian Kirana” ucap Supri.
“Seharusnya kita tak membawa gadis malang itu ke kota,jadi hal ini tidak akan terjadi,huwa..... Ran kita yang malang...!” Udin memeluk Agus yang juga menangis. Mereka pun hanyut dalam penyesalan.

The end

Tidak ada komentar:

Posting Komentar