****
“Kirana! “ Seorang wanita tua
tertatih-tatih mencari cucu kesayangannya.
Kirana,atau biasa di panggil Ran, adalah gadis yatim piatu yang baru menginjak usia 17
tahun. Sejak kecil ia tinggal dengan mak Ijah, ibu dari ayahnya setelah kedua
orang tua nya meninggal dalam bencana tanah longsor. Mak Ijah sangat
menyayanginya karena hanya dia satu-satunya cucu yang ia miliki. Walaupun kedua
orang tuanya sudah tiada, Ran tidak pernah memperlihatkan kesedihannya di depan
neneknya itu. Ia tidak ingin memuat neneknya sedih. Oleh karena itu ia selalu
bersikap ceria dan pantang menyerah.
Matahari sudah mulai condong ke barat, Ran masih
sibuk mengikat kayu-kayu kering yang ia kumpulkan. Keringat sudah membasahi
seluruh tubuhnya tetapi ia masih tampak semangat tanpa rasa lelah di wajahnya.
Rambut lurus panjangnya di ikat dengan pita merah menambah ayu wajah cantiknya.
Suara serangga hutan laksana nyanyian dengan sepoi angin membuat dedaunan
menari pelan. Kirana menggendong kayu-kayu itu di punggungnya dan segera
menemui nenek yang sedari tadi memanggilnya.
“Ran, istirahatlah dulu.”
“Iya nek,” Ia duduk diatas tikar daun
pandan yang mereka bawa dari rumah. Mak Ijah memberinya segelas air dan kue.
Saat tengah asyik beristirahat, Duar!
Sebuah ledakan terdengar dari kejauhan hingga membuat burung-burung yang
nangkring di pohon berterbangan.
“apa itu nek”
“entahlah”
Kirana berdiri dan hendak mencari sumber
suara ledakan itu tapi langkahnya terhenti karena mak Ijah menahan tangannya.
“Ran ingin melihat apa itu nek,nenek tenang
saja Ran akan segera kembali” Kirana berlari ke arah sumber suara dan ternyata
itu dari sebuah rumah kecil di tengah hutan.
“aduh,,,kalian ini bagaimana sih, bagaimana
mesinnya bisa rusak begini?”
“maaf prof, dosis cairan yang kami masukkan
ternyata salah,tabung reaksi di dalam mesin jadi meledak.”
“Padahal kita hampir berhasil,serum ini
hampir berhasil.Bagaimana kita menguji serumnya jika kita tidak memiliki cairan
ini?”
Tiga pria berjas putih itu saling tatap
lalu menghela nafas. Pria berkepala botak terlihat frustasi dengan mengelus
kasar kepala botaknya.
Kirana mengintip dari balik jendela menatap
ke dalam rumah kecil itu. Ia melihat pada ketiga pria paruh baya itu.Ia menatap
isi ruangan yang dipenuhi alat-alat ilmiah. Di tengah ruangan berdiri sebuah
mesin yang tampak mengeluarkan asap yang Ran sendiri tak tau itu mesin apa
karena bentuknya sangat aneh.Kirana yakin itulah sumber suara ledakan yang ia
dengar tadi. Di atas meja berderet tabung-tabung kaca yang berisi cairan
beraneka warna. Tampak burung – burung digantung diatas loteng dengan kondisi
sudah mati. Beberapa binatang dikurung di kerangkeng di samping ruangan itu.
Kirana merasa kasihan melihat binatang-binatang itu. Kirana mulai memasuki
ruangan itu diam –diam agar tak di ketahui tiga pria itu. Kirana membuka pintu
kandang binatang-binatang itu perlahan dan membiarkan mereka berlarian masuk
hutan. Mendengar ada kericuhan di ruang samping, para pria itu pergi
memeriksanya dan mendapati Kirana tengah berjongkok dan para binatang sudah tak
ada di kandangnya.
“hey! Apa yang kau lakukann disini”
Kirana ketakutan dan hendak melarikan diri
tapi salah satu dari mereka menghadang dan menangkapnya. Kirana mencoba untuk
melepaskan diri tapi sia-sia. Mereka membawa nya keruangan tengah di dekat
mesin percobaan.
“ lepaskan aku!”
“apa yang kau lakukan disini gadis kecil?”
pria botak menatapnya sangar.
“dia melepaskan semua binatang di kandang
prof”
“apa? “
Saat mereka masih terus berbicara Karina
memanfaatkan kesempatan itu dan menginjak kaki pria yang memegangnya untuk
melepaskan diri. Pria itu kesakitan dan saat karina akan berlari pria botak
menariknya tapi kakinya tersangkut kabel mesin dan terjatuh. Begitupun Karina
ia terguling dan kepalanya membentur kaki meja. Sebuah botol kaca berisi cairan
berwarna biru jatuh dan pecah tepat di atas punggungnya. Kirana berteriak
karena cairan itu terasa sangat panas di punggungnya. Punggungnya mulai berasap
pakaiannya terlihat seperti dibakar. Tiga pria itu panik dan bingung harus
melakukan apa. Pria botak mencoba mengambil air dan menyiramkannya ke tubuh
Kirana tapi itu justru membuat kirana semakin berteriak menahan sakit. Perlahan
dari luka bakar punggungnya mulai muncul dua benjolan besar yang semakin
membesar. Teriakan Kirana terdengar memilukan tatkala benjolan itu terus
membesar dengan cepat. Kemudian benjolan itu meletus dan tampak tonjolan tulang
keluar dari punggung gadis itu. Darah segar mulai membanjiri tubuhnya. Kirana
tak henti-hentinya berteriak. Tonjolan tulang itu kian memanjang dan terus memanjang dan akhirnya berhenti saat
panjangnya melebihi panjang tubuh gadis itu. Tak kuat menahan sakit yang
mendera tubuhnya, Karina pun tersungkur di lantai dan kehilangan kesadaran.
Tiga pria itu terpaku menatap seolah tak
percaya dengan apa yang ia lihat barusan. Mereka tampak sedih sekaligus bahagia
karena serum yang mereka buat ternyata berhasil. Lalu mereka menghampiri tubuh
Kirana yang sudah bermandikan darah.
“apa dia mati?”
“tidak,dia belum mati. Lihat! Dia masih
bernafas.”
“prof, apa yang harus kita lakukan?”
“kita harus merawat gadis ini. Ini akan
menjadi bukti bahwa eksperimen kita ternyata berhasil.”
“tapi prof,serum itu belum sempurna. Kita
kekurangan satu cairan lagi untuk menyempurnakannya.”
“kita fikirkan itu nanti,ayo angkat tubuh gadis
ini!”
Mereka menelungkupkan tubuh gadis itu di
tempat tidur yang sangat lebar. Mereka mengobati luka nya dan memasangkan
berbagai peralatan medis pada tubuh gadis itu. Sepasang tulang panjang yang
mirip seperti tulang sayap burung itu dibentangkan dan mulai di bersihkan.
Sementara itu, mak Ijah mondar mandir
menunggu kedatangan Kirana yang belum juga pulang. Hari sudah mulai gelap. Mak
Ijah khawatir kirana kenapa-napa di dalam hutan. Ia pun memutuskan mencari
kirana bersama dua pria tetangganya. Berjam-jam mencari tapi mereka belum juga
menemukannya. Mak Ijah menangis dan memanggil-manggil nama cucunya itu. Tapi
tak juga menemukannya. Tetangga menenangkan mak Ijah dan mengajaknya pulang
karena malam sudah larut. Dengan berat hati mak Jah mengikuti ajakan mereka.
Kirana membuka matanya perlahan. Sinar mentari yang
masuk lewat jendela menyilaukan matanya. Ia tak bisa menggerakkan punggungnya
dan seluruh tubuhnya terasa sakit. Ia merasa ada yang aneh pada punggungnya.
Dua orang pria masuk dan meletakkan sepiring bubur dan segelas susu di atas
meja. Lalu ia mulai memeriksa keadaannya.
“wah,reaksinya sangat cepat! Gus lihat
kesini!” pria yang di panggil Agus itu segera menghampirinya.
“wah,kau benar.bulu-bulunya sudah mulai
tumbuh! Ini benar-benar hasil eksperimen kita yang mengagumkan.”
“a a apa yang sudah kalian lakukan padaku?”
suara Kirana terdengar sangat lemah.
“kau sudah sadar rupanya. Apa kau mau
sarapan?”
“kalian belum menjawab pertanyaan ku”
Kedua pria itu saling pandang dan tampak
gugup. Agus pun menghela nafas.
“maaf kami membuatmu harus mengalami ini.
Sebenarnya kami tidak merencanakannya,ini murni kecelakaan,ya kan din?”
“i ii iya, kau ingatkan saat kau membentur
meja dan sebuah cairan mengenai punggungmu? Cairan itu membuat punggungmu
seperti ini. Tapi kau tenang saja kau akan baik-baik saja.”
“apa ini di pungungku kenapa rasanya berat
sekali?”
“itu tulang sayap mu, tidak lama lagi kau
akan menjadi satu-satunya manusia yang memiliki sayap di dunia ini.” Udin
terlihat sangat bersemangat.
“apa,sayap?”
“iya, ini adalah eksperimen kami. Kami
mengambil sampel DNA dari organ tubuh burung merpati dan kami reaksikan agar
bisa melakukan mutasi genetik pada organ tubuh lain. Sehingga akan membuat binatang lain dapat memiliki sayap seperti
burung. Kami pikir ini hanya akan kami uji pada binatang,tapi ternyata justru
berhasil pada manusia. Dan yang lebih mengejutkan lagi, reaksinya sangat cepat.
Seharusnya sayap baru tumbuh tiga atau empat hari, tapi itu langsung tumbuh
dengan cepat di punggungmu.”
Kirana tertegun mendengar penjelasan dari udin. Ia mulai berfikir para pria disini
sudah gila dan dia adalah korban kegilaan mereka.
“kau tenang saja,kami akan merawatmu dan
membuatmu terbiasa dengan kondisi ini.”
Hari berlalu bulan berganti. Tak terasa
setahun sudah kirana bersama tiga ilmuwan itu. Kirana pun sudah bisa
menyesuaikan diri dengan keadaan tubuhnya. Kini sayapnya sudah dipenuhi bulu
berwarna putih. Bahkan kini ia bisa terbang mengepakkan sayapnya itu. Kondisi
tubuhnya sudah lebih baik dari sebelumnya. Kirana teringat dengan neneknya.
Bagaimana keadaan neneknya sepeninggalnya? Pertanyaan itu terus menghantui
pikirannya. Ia pun mohon izin pada Supri, Agus dan Udin untuk pulang kerumah.
“kami
akan ikut bersamamu. Ingat ! kita harus bertemu orang penting minggu depan.”
Supri mengingatkan.
“orang penting?”
“iya, apa Udin dan Agus belum
memberitahumu?” Supri melayangkan pandangnnya pada kedua anak buahnya itu, dan
mereka hanya menggeleng dengan ekspresi gugup.
“ kita akan menemui pimpinan kami untuk
mempresentasikan hasil eksperimen yang telah kami lakukan.”
“lalu kenapa aku harus ikut?”
“Ran,kau adalah hasil dari eksperimen kami
itu. Tentu saja kau harus ikut.”
“kalian tidak akan menjualku kan?”
“tentu saja tidak.kau itu berharga bagi
kami.”
Kirana akhirnya setuju ikut dengan mereka.
Mereka pun keluar dari hutan menggunakan
mobil jeep kecuali kirana yang terbang tak jauh di atasnya. Kemampuan
terbangnya sudah sangat baik. Sesampainya di rumah mak Ijah, kirana mengetuk
pintu pelan seraya memanggil lembut neneknya itu. Para tetangga yang melihat
kirana kaget bukan kepalang melihatnya pulang setelah satu tahun hilang di
hutan. Yang lebih mengagetkan lagi kondisi nya sekarang yang memiliki sepasang
sayap indah di punggungnya.
Mak Ijah membukakan pintu. Ia terkejut
melihat cucu kesayangannya berdiri di depan pintu. Dengan tangisan haru ia
memeluk erat tubuh gadis itu melepaskan kerinduan. Saat mereka hanyut dalam
tangisan kebahaagiaan, Mak Ijah pun tercengang dan langsung melepaskan pelukan
mereka saat menyadari ada sepasang sayap di punggung cucunya.
“Ran..,a a apa itu yang ada di punggung
mu!” Kirana tersenyum dan mengembangkan sayapnya hingga membuat mak Ijah hampir
pingsan melihatnya.
Mereka duduk di kusi tamu mendengarkan
Supri. Suasana tampak tegang.
“itu lah yang terjadi nek.” Supri menjelaskan
semuanya pada mak Ijah. Mak Ijah hanya bisa terpaku mendengar semua yang
menimpa cucunya. Ia pun kembali memeluk cucunya dengan air mata bercucuran.
Supri pun minta izin pada mak Ijah untuk membawa Kirana ke Jakarta minggu
depan. Awalnya mak Ijah tidak mengizinkan tapi Kirana meyakinkan dan akhirnya
mengizinan mereka membawa cucunya dengan berat hati.
Profesor supri, agus dan udin turun dari
mobil dengan gaya cool ala film di televisi di depan sebuah gedung Pusat Riset
Biologi Nasional. Tak lama kemudian mereka pun memasuki sebuah ruangan luas
dengan puluhan orang-orang berpakaian rapi. Dengan bangga mereka berdiri di
atas podium lalu mulai membuka acaranya.
“bapak-bapak dan ibu-ibu para ilmuan yang
kami hormati, terima kasih telah hadir dalam acara ini. Sambutlah hasil
eksperimen yang kami lakukan selama dua tahun ini. Kirana si gadis bersayap!”
Atap tempat Supri, udin dan Agus berdiri
terbuka dan turunlah Kirana secara perlahan sambil membentangkan kedua
sayapnya. Gaun putih yang dirancang khusus untuknya itu melambai-lambai dan
kecantikan wajahnya membuat penampilannya tampak sempurna, seperti bidadari
turun dari langit. Semua mata terpana melihat Kirana. Tentu saja Supri dan
kedua anak buahnya merasa bangga. Tanpa mereka sadari sebuah tatapan ambisius
tengah mengintai mereka.
Acara presentasi sukses di lakukan.
Profesor Supri dan anak buahnya mendapat banyak ucapan selamat atas
keberhasilannya. Pimpinan mereka pun juga terkesan dengan hasil eksperimen yang
mereka buat. Mereka pun di perbolehkan kembali bekerja di pusat riset biologi
tersebut.
Beberapa saat kemudian seorang pria berkaca
mata hitam dengan dua orang pengawal di sampingnya datang menghampiri Profesor
Udin. Supri tau benar siapa itu. Ia adalah Broto si ambisius yang akan
melakukan segala cara untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Ia juga yang
menyabotase hasil eksperimen yang sebelumnya ia lakukan sehingga ia di depak
keluar dari gedung itu. Kali ini tak kan ia biarkan ia mendekati Kirana.
“Wah wah wah, Profesor Supri. Hasil
eksperimen mu kali ini sangat mengagumkan.” Supri hanya diam menatapnya tajam.
Dendam masa lalu masih membekas di hatinya. Andai saat itu ia punya bukti untuk
membuatnya membusuk di penjara karena
sudah menyabotase hasil eksperimennya. Tapi, kekuatan uang mampu membuat ia
yang dipersalahkan dan di tendang keluar dari pusat riset.
“ untuk apa kau menemuiku?”
“ooo,santai, saya hanya ingin memberimu
selamat. Apa itu salah? Jujur saya sangat terkesan pada hasil eksperimenmu. Kau
berhasil menghasilkan suatu keajaiban yang indah. Selamat Profesor,selamat....”
Cengiran licik terlihat jelas di wajahnya yang sudah berkeriput. Kemudian Broto
pergi meninggalkan Supri.
Kirana terbang bebas mengitari
gedung-gedung tinggi menjulang. Ia sangat bahagia. Dulu ibunya sering bercerita
tentang peri-peri kecil bersayap yang selalu berterbangan di antara bunga-bunga.
Kini ia merasa seperti peri-peri itu.
“Ran! Apa kau bisa mendengarku” suara Agus
terdengar dari seberang earphone yang ia kenakan.
“ ya, pak Agus,ada apa?”
“Kamu di mana? Ayo ke gedung sekarang!
Penting!” Agus mematikan sambungannya.
Kirana terbang memutar kembali ke gedung
pusat riset. Ia pun mendarat di puncak gedung yang disana telah menunggu Supri,
Agus dan Udin.
“ada apa?”
“Kamu darimana saja?”
“aku abis muter-muter mengitari kota, untuk
melatih kemampuan terbangku”
“ada yang perlu kami katakan padamu,jadi
tolong dengarkan baik - baik karena ini sangat penting. Begini, serum yang
mengenai punggung mu itu belum sempurna. Jadi, ada kekurangan dari serum
tersebut. Sebenarnya ada satu campuran zat terakhir untuk menyempurnakan serum
itu. Tapi karena mesinnya meledak kami tidak bisa membuatnya. Jadi, serum itu
memiliki efek samping.”
“efek samping?”
“iya,karena serum itu bermutasi dengan gen
yang ada di tulang belakang dekat dengan jantung, itu berdampak pada kerja
jantung. Jadi kamu jangan pernah terbang terlalu tinggi karena tekanan tinggi
di bagian atmosfer bumi bagian atas akan membuat jantungmu mengeras dan kamu
akan mati.” Supri menjelaskan dengan wajah yang sangat serius.
“ohhh,begitu. Tapi kalian tenang aja aku
gak akan terbang terlalu tinggi kok.”
Proyek eksperimen profesor Supri mulai di
kembangkan. Proyek itu hampir setengah jalan,tapi Supri terkejut saat
mengetahui bahwa Broto yang menjadi investor utama proyeknya. Supri curiga ini
pasti rencananya untuk mencuri hasil eksperimennya lagi. Profesor Supri
menghentikan proyeknya dan langsung membuat para ilmuwan lain yang ikut
terlibat kecewa padanya. Supri menjelaskan tentang kelicikan Broto pada mereka
tapi tak satupun yang percaya padanya. Supri, Agus dan Udin menghancurkan
laboratorium tempat proyek di langsungkan. Pimpinan Riset marah besar dan
memerintahkan untuk menangkap mereka. Broto memanfaatkan keributan itu untuk
menangkap Kirana. Tapi hal itu langsung di ketahui oleh Supri dan anak buahnya.
Mereka pun segera meminta Kirana menemui mereka di puncak gedung.
“Ran, kau dalam bahaya,sekarang cepatlah
pergi,cepat..”
“a a ada apa pak Udin? Kenapa kalian tampak
khawatir?”
Para orang suruhan Broto telah naik ke
puncak gedung tersebut dan mendapati mereka berada disana. Beberapa di antara
mereka ada yang memegang pistol jala
untuk menangkap Kirana dan yang lainnya memegang senjata api.
“Ayo cepat pergi dari sini! Cepatlah!”
Supri mendorong Kirana dan dengan ragu-ragu Kirana terbang melesat meninggalkan
mereka. Dorr...! suara tembakan terdengar mengarah padanya tapi untung saja
meleset. Kirana menoleh dan melihat Supri, Agus dan Udin di tangkap oleh
mereka. Dengan bercucuran air mata ia melanjutkan penerbangannya.
Kirana menangis terisak-isak dengan terus
mengepakkan sayapnya di bawah langit senja. Ia menatap matahari yang mulai
bersembunyi di balik cakrawala lautan yang luas. Lalu sayup-sayup ia mendengar
suara helikopter dari kejauhan. Kirana pun terbang di tempat dan menoleh kearah
sumber suara helikopter tersebut. Suara itu kian mendekat dan muncullah tiga
helikopter dengan pria-pria yang menangkap Supri dan anak buahnya tadi di sisi
helikopter. Mereka menembakkan jala kearahnya tapi untungnya Kirana bisa menghindar.
Kirana terbang lebih cepat dan dengan lihainya ia menghindari setiap tembakan.
Helikopter - helikopter itu terus mengejarnya. Kirana terbang berputar dan
melesat memutar arah hingga membuat dua helikopter saling bertabrakan dan
meledak lalu jatuh ke lautan dibawahnya.
Tinggal satu helikopter yang mengejarnya. Ternyata didalamnya ada Broto yang
dengan wajah kesal penuh amarah menembakkan pistolnya bertubi-tubi ke arah
Kirana. Salah satu tembakan mengenai lengan kirinya. Kirana terbang menjauh
tapi helikopter ini sama cepatnya dengan kecepatannya. Ia pun terbang naik ke
atas karena helikopter tidak mungkin bisa terbang terlalu tinggi. Benar saja,
saat helikopter itu menyusul Kirana naik keatas helikopter hilang kendali dan
akhirnya jatuh ke laut. Kiran lega ia terbebas dari kejaran mereka. Tapi
tiba-tiba ia teringat ucapan Supri yang melarangnya terbang terlalu tinggi. Ia
mulai merasa jantungnya makin melemah dan ia pun merasakn sakit di dadanya.
Perlahan ia kehilangan kekuatan dan penglihatannya. Kirana pun hampir
kehilangan kesadaran dan mulai merasa detakan jantungnya mulai melemah.
Tubuhnya pun jatuh menuju laut. Berbagai slide gambaran kenangan masa kecilnya
terlintas di benaknya. Mulai wisatanya dengan kedua orang tuanya ke pantai
Ancol hingga kejadian naas malam itu yang merenggut nyawa kedua orang tuanya.
“ibu,ayah,sepertinya aku bisa menyusul
kalian sekarang. Nenek, maafin Ran gak sempat pamit sama nenek. Ran sayang sama
nenek.” Ucapnya lirih dengan air matanya bercucuran. Tubuhnya kian mendekati
laut dan akhirnya di telan gelombang lautan luas.
Berita tentang jatuhnya tiga helikopter di
selat sunda menyebar sangat cepat. Begitupun tentang hilangnya si gadis
bersayap yang belum lama menjadi perbincangan masyarakat. Profesor supri, Agus
dan udin menatap luasnya selat sunda dari atas dermaga. Bulir-bulir airmata
tampak di sudut mata Supri mengungkapakan kesedihannya tentang nasib tragis
yang menimpa Kirana.Ia sudah menyayangi Kirana seperti putrinya sendiri. Sedang
Udin dan Agus menangis mengharu biru sambil berpelukan menangisi kepergia
Kirana.
“Kini Selat sunda menjadi saksi bisu kematian
Kirana” ucap Supri.
“Seharusnya kita tak membawa gadis malang itu
ke kota,jadi hal ini tidak akan terjadi,huwa..... Ran kita yang malang...!”
Udin memeluk Agus yang juga menangis. Mereka pun hanyut dalam penyesalan.
The end

Tidak ada komentar:
Posting Komentar