Sabtu, 06 Oktober 2018

Cerpen cinta









CAUTION! Hati- hati BAPER!


THE GOLDEN SUNSET

 Rani datang kesekolah seperti biasanya, dengan langkah gontai ia memasuki gerbang sekolah yang dihiasi cat hijau dan hitam. Hampir tiga tahun ia  menuntut ilmu di sekolah ini. Ia sangat menyukai sekolahnya, tapi tidak dengan para makhluk yang berada di kelasnya. Itulah kenapa ia sangat tidak bersemangat akhir-akhir ini.
 Depakan sepatu menjadi melodi yang memecah kesunyian pagi itu. Suasana sekolah masih sepi. Hanya beberapa siswa yang baru datang padahal jam sudah menunjukkan jam tujuh kurang lima menit. Rani memasuki kelas dan mendapati Tirta sedang asyik memainkan ponselnya hingga tak sadar ada yang memasuki kelas.
“Pasti main Mobile Legend lagi”
“hmmmm”
“Padahal dua bulan lagi mau ujian tapi bukannya giat belajar malah main ML terus, kamu pikir ML itu bisa membantumu masuk Universitas apa?”
“Ahhhh. berisik lu! Kalau mau belajar, belajar aja sendiri. Ganggu orang main aja. Eeh eh eh, yahhhh, mati kan, Lu sih gangu aja.” Tirta terlihat sangat kesal ketika Jagoannya mati di medan pertempuran. Tirta masih sibuk mantengin HP nya. Rani pun memilih pergi ke tempat duduknya dan membaca buku.
Satu persatu para siswa sudah datang. Rani masih sibuk membaca bukunya mengingat hari itu ada ulangan Fisika. Yolan, Karin dan Bima,tiga sahabat Tirta  kedip-kedip seperti orang sakit mata ke arahnya. Rani tau betul itu pasti isyarat mereka ingin contekan darinya saat ulangan nanti. Mereka memang seperti itu. Saat membutuhkan Rani mereka akan bertingkah baik dan tersenyum padanya,tapi saat tidak mereka akan bersikap seolah Rani tak pernah ada di di kehidupan mereka. Bahkan kerap kali mereka melakukan Bullying pada gadis itu. Rani selalu menuruti permintaan mereka, tapi hari ini tidak lagi. Ia akan membuat mereka menyesal.
Saat ujian semuanya tampak fokus, Tapi tidak dengan Tirta dan teman-temannya. Mereka sibuk melirik kekiri dan kekanan mencari-cari contekan.“Ssssttttt!” Tirta memberi isyarat. Tapi Rani pura-pura tidak mendengar dan tetap fokus dengan deretan soal-soal di depan matanya. Bukan hanya Tirta,tiga sahabatnya juga berkali –kali memberi isyarat, tapi tak di hiraukan olehnya. Pak Johan, guru fisika yang terkenal killer itu memperhatikan Tirta dan tiga sekawan. Ia pun berdiri dari tempat duduknya dan berjalan mendekati mereka. Mereka tidak sadar dan terus saja menoleh ke arah Rani  menunggu jawaban sambil memberi peringatan pukulan kepadanya jika ia tidak segera memberikan apa yang mereka minta.
 “Ehem !” Suara dehem pak Johan membuat mereka melototkan mata tanda ketakutan. Ekspresi sok jagoan mereka saat menatap Rani  tadi hilang begitu melihat pak Johan telah berdiri di hadapan mereka dengan mata tajam setajam tatapan singa yang hendak menerkam mangsanya. Mereka menatap ke arah Rani dengan wajah memelas memohon pertolongan tapi Rani hanya tersenyum kecil dan memelaskan wajahnya pertanda ia  tak bisa berbuat apa-apa. Di dalam hatinya Rani sangat bahagia melihat mereka dipergoki pak Johan. Mereka pun disuruh pak Johan berdiri di luar kelas sampai ulangan selesai.
 “Eh, cewek sok pintar! gara-gara lu kami di hukum sama Pak Johan, lu bukannya bantuin kita malah senyam-senyum, lu ngejekin kita?” Karin sudah berkacak pinggang di depan Rani. Di sampingnya berdiri Bimo,Yolan dan Tirta dengan tatapan tajam dan tangan di silang depan dada. Saat ini sekolah telah sepi karena seluruh siswa sudah pulang dan hanya mereka yang berada di sekolah itu. Rani  berdiri bersandarkan dinding kumal yang telah di coret-coret di gudang sekolah.Ia menyesal menolak ajakan Sinta untuk pulang bersamanya karena dia harus belajar mandiri dikelas saat semua siswa sudah pulang. Namun sialnya Tirta dan tiga temannya datang dan menyeretnya ke gudang belakang sekolah.
“Aku tidak pernah begitu, itu paling perasaan kalian aja”
“Gak usah munafik deh, Ini karena lu gak ngasih jawaban ke kita,makanya kami jadi di hukum”
“Kalian di hukum gak ada hubungannya dengan ku, itu karena kalian tidak belajar. Dah tau mau ulangan, bukannya belajar malah main-main, ya rasakan sendiri akibatnya.”
“Wah..., songong juga lu ya.Guys,mau kita apain ni cewek?” Karin melirik tiga temannya.Mereka pun seperti bertelepati satu sama lain dengan isyarat anggukan kepala dan akhirnya mereka terseyum licik, dan pastinya itu bukan pertanda baik bagi Rani.
Tiba-tiba mereka berlari meninggalkan gadis malang itu dan keluar dari gudang. Dari luar mereka mengunci pintu gudang lalu tertawa cekikikan dan pergi meninggalkannya sendiri di dalam gudang. Rani  berteriak meminta mereka membukakan pintu itu tapi sia-sia. mereka sudah pergi. Ia mencoba meminta tolong tapi tak ada satupun orang yang datang. Ia terduduk lemas di lantai gudang yang kotor. Benda-benda rusak yang memenuhi ruangan itu menggunung membuat kesan seram dan membuat bulu kuduknya berdiri. Cahaya matahari masuk melalui fentilasi pintu kian meredup. Saat ia melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya, jam menunjukkan pukul 5 sore. Ia pun berusaha membuka pintu itu, tapi kuncinya terlalu kuat dan mustahil untuk membukanya. Jika didobrak tidak akan bisa karena pintu itu terbuat dari kayu jati kualitas tinggi. ”Apa yang harus aku lakukan?” batinnya. Ia merenung dan tak bisa temukan jawaban dari pertanyaannya. Sayup-sayup sinar keemasan matahari menyelimuti ruangan. Entah kenapa petang itu sinarnya menjadi keemasan dan terlihat sangat indah.Rani merasa itu sangat aneh.Semakin lama sinarnya semakin terang dan membuat mata nya silau.Ia menutup kedua matanya dengan kedua telapak tangan.
 “Apa kau baik-baik saja?” sebuah suara yang terdengar lembut mengagetkan nya, saat ia membuka mata, ia terbelalak melihat seorang pria tengah membungkuk menatapnya. Saking kagetnya, Rani jadi terlonjak hingga membuat kepala mereka saling berbenturan.
“Aduh !” ucap Rani sambil mengusap kepalanya yang sakit. Pria itu pun juga demikian.
“Maaf ya, aku gak sengaja” ucapnya sambil menundukkan kepala. Tapi pria itu hanya tersenyum tipis. ”Kamu siapa?”
Pria itu diam sejenak dan menatap Rani dalam, tentu saja hal itu membuat nya tidak nyaman. Rani pun berdehem. Pria itu tersenyum hingga gigi rapatnya terlihat.
“Perkenalkan nama ku Jimmy” ucapnya sambil mengulurkan tangan kanannya. Dengan ragu- ragu Rani menyambut uluran tangannya itu.
“Namaku Rani”
“Kok kamu bisa terkurung disini?”
“Mmmm, itu,,,Biasa, tingkah anak sekolah, hehehehe”Jelas sekali itu tertawa yang di paksakan.
“Ayo keluar!” Dia menarik tangan Rani hingga membuat gadis itu tersentak kaget dan membawanya keluar dari tempat itu. Gadis itu tak mengerti kenapa wajahnya terasa begitu panas dan jantungnya berdetak sangat kencang. Mungkin karena ini pertama kalinya tangannya di pegang oleh seorang laki-laki.
Sesampainya di parkiran sekolah di dekat sebuah mobil,pria itu melepaskan tangannya.
“Ayo ku antar.”
“Eh, tidak usah repot-repot, aku bisa jalan kaki. rumah ku tidak jauh dari sini.”
“Tidak baik perempuan pulang sendirian, apalagi ini sudah mau magrib”
Akhirnya Rani tak bisa menolak lagi, Jimmy menyetir mobilnya dengan tenang dan Rani duduk disampingnya. Ada begitu banyak pertanyaan yang ingin ia ajukan pada pria bernama Jimmy itu. tapi ia tak ingin mengganggu konsentrasinya mengemudi. Siapa sebenarnya Jimmy dan sedang apa dia disekolah? Seingatnya  tak ada siswa ataupun guru yang bernama Jimmy.
“Makasih ya tumpangannya.”
“Sama-sama.”
“Gak mampir dulu?”
“Nggak usah,kapan-kapan aja.Titip salam buat ibu ya, aku pulang dulu,dagh..” Jimmy melambaikan tangannya lalu mobilnya melaju meninggalkan Rani.
“Pria yang tampan,hihihihi. Eh, tunggu dulu,kok dia bisa tau rumahku ya? Aku kan belum memberitahunya.” Rani menggarruk kepalanya yang tidak gatal.
Bel tanda masuk telah berbunyi. Rani melirik Tirta dan teman-teman nya dengan tatapan tajam tapi mereka Cuma cengengesan seolah tidak merasa berbuat salah. Minah yang duduk di depan Rani memutar badannya menghadap meja gadis itu.
“Ran, dah tau belum kalau kita ada guru matematika baru?”
Ia hanya menggeleng kepala. Lalu terdengar suara depakan sepatu yang terdengar nyaring dari teras depan kelas. Semua orang terdiam dan semua mata tertuju pada pada pintu kelas yang terbuka lebar. Akan seperti apakah guru baru Matematika itu, Apa berkepala botak dengan kumis tebal? atau berbadan kurus dengan kaca mata tebal? atau ibu-ibu cerewet yang berbadan gemuk dan muka sangar?. Berbagai gambaran imajinasi liar berputar-putar dia atas kepala mereka. Saat suara depakan sepatu mendekati pintu, muncullah sosok yang tampan rupawan bak artis korea di pintu itu, para gadis langsung terpesona dan para pria menunjukkan ekspresi lega. Tapi tidak dengan Rani, ia mengganga tak percaya saat melihat pria yang tengah berdiri di depan itu adalah JIMMY.
“Assalamu’alaikum warohmatullahiwabarokatu,Pagi semuanya.?”ucapnya ramah yang sukses membuat hati para gadis meleleh.
“Wa’alaikumsalam warohmatullahi wabarokatu,Pagi pak..” Jawab mereka serempak.
“Perkenalkan nama saya Jimmy Alexander, kalian bisa memanggil saya dengan sebutan pak Jim, Saya akan mengajar matematika untuk kelas XII ipa 1 semester ini. Apa ada pertanyaan?”
“Pak Jim sudah menikah belum?” karin mengacungkan tangannya.
“Belum,saya masih lajang”Ucapnya sambil tersenyum.
“Udah punya pacar?”
“Belum”
“Boleh dong daftar jadi pacar bapak”ucapan karin langsung mendapat sorakan dari teman-teman yang lain. Tapi Jimmy hanya tersenyum,senyum yang sangat manis.
“Usia bapak berapa?”Minah memecah keributan itu.
“23 tahun”
      Para siswi langsung riuh
“Wah,bapak masih sangat muda.”
      Jimmy terus menjawab pertanyaan dari para siswa dengan ramah.Rani hanya menatapnya tanpa bersuara.Sesekali tatapan mereka saling beradu dan Jimmy tersenyum. Rani bingung. Entah pria itu tersenyum padanya atau senyum menanggapi pertanyaan aneh dari para siswa,terutama dari para siswi yang  kecentilan sama guru baru tersebut.
Suasana kelas sudah mulai normal kembali. Jimmy sedang menerangkan tentang konsep persamaan bilangan kuadrat di depan kelas. Hari ini para siswa tampak serius, tidak seperti biasanya. Biasanya kalau sudah masuk pelajaran matematika mereka pasti tak pernah memperhatikan bahkan ada yang tidur didalam kelas. Cara mengajar Jimmy yang  berbeda mampu menghipnotis para siswa.
“Baiklah, cukup untuk hari ini, sampai jumpa minggu depan.”
Para siswa berhamburan keluar kelas. Sudah pasti tujuan utama mereka ialah kantin. Mengisi perut mereka yang sudah keroncongan dan cacing-cacing didalam perut mereka sudah berteriak minta di kasih makan. Jimmy masih sibuk membereskan buku-buku yang ada di atas meja nya. Saat akan keluar kelas,Rani jadi canggung. Ia berfikir, Haruskah ia menyapa Jimmy atau diam pura-pura tak peduli saja. Rani pun melangahkah kan kakinya keluar kelas dengan wajah tertunduk.
“Rani !”
Degh,gadis itu menghentikan langkahnya.Ia pun menoleh dengan wajah pucat pasi.”I iii iya pak”
“Bisa tolong bantu saya membawa buku-buku ini”Jimmy langsung meletakkan tumpukan buku di atas tangannya tanpa menunggu persetujuan gadis itu. Rani hanya melongo dengan ekspresi membatu.
Jimmy melangkah pelan melewati para siswa yang tengah asyik nongkrong di depan kelas.Para siswi senyam-senyum gak jelas dan seketika senyum mereka hilang saat melihat Rani berjalan beriringan dengan Jimmy. Tentu hal ini membuat gadis itu tidak nyaman.Ia mencoba menyembunyikan wajahnya di balik tumpukan buku.
“Kamu kenapa?”
“Hah?gak papa pak,hehehhe”
“Kalau gak papa kok wajahmu merah begitu?”
Rani tersentak kaget”Ah,hahaha ummm,m m mungkin karena cuaca hari ini sangat panas.”
Jimmy melirik langit yang di penuhi awan hitam pertanda hari akan hujan.
“Duhhh,gawat,”Batinnya. Tapi Jimmy hanya tersenyum dan tidak mempermasalahkan kebohongan nya itu.
“Mmmmm,tentang yang kemarin itu terimakasih ya pak. Kalau tidak ada bapak entah bagaimana nasib saya. Saya minta maaf kalau kemarin saya kurang sopan berbicara sama bapak, Saya benar-benar tidak tau kalau bapak guru baru di sekolah ini.”
“Tidak usah terlalu, itu bukan masalah. Aku juga kemarin tidak mengatakan apa-apa padamu jadi ini bukan salahmu.”
“Dia guru yang aneh,kenapa dia bicara menggunakan istilah aku kamu padaku,aku kan muridnya.”ucap Rani dalam hati.
Hari berlalu dengan cepat. Rani dan Jimmy pun semakin akrab. Seminggu lagi akan berlangsung Ujian Nasional tingkat SMA/MA. Rani belajar keras untuk itu. Jimmy dengan senang hati membantu mengajarinya di rumah. Tentu saja hal itu membuat Rani sangat senang.
”Entah apa yang akan dikatakan teman-temanku saat tau aku dan pak Jim sedekat ini.Pasti mereka semua iri.hihihihi”
“Kamu bilang apa?”
“Hah?bb b bukan apa-apa”
“Ini nak Jimmy,silahkan di makan kuenya”
“Aduh ibu,apa-apaan sih,dari tadi ibu bolak-balik bawa ini itu.tadi bawa teh,lalu bawa buah,lah sekarng bawa kue pula,nanti bawa apa lagi?”
“Ya gak papa kan,lagian ibu gak ganggu,ya kan nak Jimmy.”
      Jimmy menganguk dengan senyuman di wajahnya sambil mengunyah kue yang dibawakan ibu Sri.
“Aduh bisa gak sih dia jangan senyum mulu. Hatiku tak tahan melihat senyumannya itu. Pantas saja ibuku jadi takluk olehnya”Rani menggerutu di dalam hati.
Biasanya ibu Rani tak pernah mengizinkan laki-laki datang kerumah.Tapi saat Jimmy datang kerumahnya yang Rani sendiri kaget setengah mati saat liat dia nangkring depan pintu dengan senyuman bak malaikat, ibunya langsung berubah 180 derajat.
“Tapi ibu jangan manggil pak guru Rani dengan sebutan nak Jimmy gitu dong,dia kan guru Rani”
“Tidak apa-apa Ran,aku lebih suka ibumu manggil aku begitu,”
“Tuh,kan,nak Jimmy aja gak keberatan.Yaudah kalian lanjutkan aja belajarnya,ibu mau kebelakang dulu.”
“Ibu mu sangat baik dan manis ya”
“Ya itu kalau sama bapak aja,sama yang lain mah ibuku bisa seperti macan keluar dari kandang”
“Ah,masa sih?”
“Iya,dulu waktu aku kelas sebelas,ada laki-laki yang ingin ngajak aku pergi kencan,saat dia datang kerumah ibu ku langsung ngamuk dan ngusir dia dengan melempar sendalnya.sejak itu tak pernah ada laki-laki yang berani deketin aku.”
“Hahahha,kasihan sekali laki-laki itu.”
“Hahahha,aku juga berfikir begitu”
“Kalau aku yang ngajak kamu kencan,apa ibumu juga akan melemparku dengan sandal?”
Degh,ucapan Jimmy membuat Rani terpaku dan jantungnya berdegup kencang”.Apa maksudnya,apa dia serius?” Ia merasakan begitu panas di wajah sekarang. segera ia alihkan sebelum ia tak bisa lagi menahan perasaannya.
“Oh ya aku kurang mengerti materi yang ini,bisa bapak jelaskan?”
Jimmy masih menatapnya dengan tatapan serius seolah apa yang dikatakannya tadi benar-benar serius.Lalu dia tersenyum dan mulai menjelaskan pelajaran nya.
Malam itu Rani tidak bisa tidur memikirkan perkataan Jimmy tadi.
”Kenapa dia tampak serius. Tak seharusnya dia berkata seperti itu pada muridnya dan apa yang terjadi pada ku? Akhir-akhir ini aku sering tak bisa mengontrol perasaanku.Ya Allah....apa yang terjadi padaku?”ia pun berguling-guling diatas kasur sambil mengacak-acak rambutnya.
Hari berlalu dengan cepat,tiba lah saat nya hari pertama Ujian Nasional. Rani sangat gugup sampai tanganya bergemetar. Ia coba tenangkan diri tapi  tak bisa. Ia pun jadi ragu apa ia bisa menyelesaikan soal ujian dengan kondisi seperti itu atau tidak.
Tiba-tiba Jimmy nongol di jendela ruangan ujian. Dia tersenyum memberikan Rani semangat dengan mengepalkan tangannyan ke atas. Ajaibnya Rani langsung tenang dan tak gugup lagi. Ia merasa sangat senang Jimmy menyemangatinya. Namun tanpa ia sadari mata-mata tajam siswi yang lain mengarah padanya.
Ujian Nasional hari pertama berjalan lancar. Begitupun dengan hari-hari berikutnya. Rani merasa sangat beruntung bertemu dengan Jimmy. Dia mengajarinya dan memberikan semangat saat ujian. Tapi tak disangka kedekatannya dengan Jimmy memunculkan kedengkian di antara teman-temannya. Terutama Karin dan teman-temannya.
“Eh,Rani !lo pake pelet apa sampe Pak Jim bisa lo deketin?”
“Iya nih,kami sering liat lo nempel mulu sama pak Jim.”
“Apa an sih,pelet apa maksud kalian”
“Lo ga usah belagak polos deh,kami dah tau semuanya.dasar lu cewek keganjengan.Pasti lu dah rayu-rayu pak Jim kan? dasar cewek murahan.”
“Astagfirullah, aku gak pernah seperti itu. Kedekatanku sama pak Jim itu gak lebih dari kedekatan seorang siswa dengan gurunya. Sepertinya kalian sudah salah paham. Ini tidak seperti yang kalian kira.”
“Alah,paling itu cuma alasan lu doang. Pak Jim kan tampan,siapa sih yang gak ada rasa sama dia. Apalagi cewek keganjengan kayak lo,pasti bakalan halalin segala cara buat deketin pak Jim. Muka lo yang polos itu gak bisa nyembunyiin kebusukan hati lo.”
Air mata mengucur deras di pipi Rani. Ia tak menyangka akan jadi seperti ini.
“Air mata buaya,lo seharusnya nyadar diri,lo gak pantas deket-deket sama pak Jim.Dasar cewek jelek,munafik!”
Kata-kata mereka laksana petir bagi Rani.Setelah para gadis itu puas menghina nya,mereka meninggalkannya dilorong koridor gelap itu.Rani terduduk sambil memeluk kedua lututnya dan terisak.
Jimmy tengah merapikan meja kerjanya sebelum beranjak pulang.Pak Johan datang menghampirinya.
“Nak Jimmy,dah mau pulang?”
“Iya pak Johan,ada apa pak?”
“Ada yang ingin saya sampaikan.Begini,saya mengerti apa tujuanmu datang ke sekolah ini.Tapi saya sarankan kamu mengerti statusnya. Jangan sampai kamu malah membuatnya dalam masalah.”Pak Johan menepuk pelan pundak Jimmy dan berbalik.
Jimmy terpaku menatap punggung pak Johan yang melangkah keluar pintu ruang guru.Sejenak dia termenung dan kembali membereskan mejanya.
Jimmy berdiri sambil menyandarkan punggungnya di mobil kijang inova miliknya. Beberapa kali ia melirik arlojinya dan melayangkan pandangannya ke arah jalan masuk sekolah.Ia mulai berfirasat buruk.Ia pun berlari menuju kelas Rani. Namun dikelas tidak ada siapapun. Wajahnya  mulai tegang dan penuh dengan kekhawatiran. Gadis itu tidak mungkin pulang karena sedari tadi Jimmy menunggunya di parkiran.
Jimmy berlari kesana kemari mencari sosok gadis berambut ikal itu. Keringat sudah membasahi rambut dan baju kemejanya. Matahari semakin condong ke barat. Jimmy pun berhenti dan pandangan nya tertuju pada koridor di dekat gudang tempat ia dan Rani  pertama kali bertemu. Disana ia melihat seorang gadis tengah duduk terisak dengan kepala terbenam diantara dua lututnya.Jimmy mendekati nya dengan nafas yang masih tidak beraturan.
“Ran..”Ucapnya pelan. Namun gadis itu masih terus terisak. Jimmy pun menarik lengan nya pelan. Tapi Rani menepis tangannya dan beringsut menjauh.Jimmy tertegun.
“Menjauh dariku,hiks hiks,sedang apa bapak disini,kenapa bapak masih disini?” Rani setengah berteriak.
“Aku menunggumu,aku mencari-carimu kemana-mana karena aku tak menemukanmu di kelas. Apa yang terjadi? Apa kau terluka?” Jimmy mendekat tapi Rani terus menjauh.
“Untuk apa bapak menungguku,untuk apa mencariku? Berhentilah peduli padaku, kenapa bapak selalu memperhatikanku,kenapa bapak memperlakukanku seperti ini? Apa bapak lupa kalau aku ini siswa bapak? Sikap bapak ini membuatku gila,aku sering tak bisa mengontrol perasaanku. Aku sering lupa kalau bapak adalah guruku,dan aku memiliki batas-batas dalam bersikap. Aku tak seharusnya seperti ini.”
“Apa maksudmu?”Jimmy mengernyitkan dahinya tak mengerti.
“Aku seharusnya tak memiliki perasaan ini.Mereka benar,aku seharusnya sadar aku ini siapa.Maaf kan aku,maafkan aku..hiks hiks.”
“Rani,tenangkan dirimu,aku sama sekali tidak mengerti dengan apa yang kau bicarakan.Siapa yang kau maksud?”
“Mereka,mereka semua benar,aku munafik,aku telah menjadi wanita hina,aku telah melampau batasan ku,di luar aku bersikap biasa tapi sebenarnya aku ingin lebih.hiks hiks,ini tak seharusnya,tak seharusnya aku menyukaimu....”
Rani pun berlari meninggalkan Jimmy yang mematung mendengarkan ucapan yang terlontar dari mulut gadis itu.
Rani terus berlari dengan air mata berlinangan melewati semak-semak dan pepohonan pinus yang menjulang ke angkasa. Dia terus berlari ke arah hutan belakang sekolah. Ia pun akhirnya berhenti karena sudah sangat lelah berlari. Keringat mengucur deras membasahi seragamnya. Rani mencoba mengatur nafas dan duduk di sebatang pohon yang telah tumbang.Begitu tenang ia mengedarkan pandangannya kesekeliling tempat itu.”Dimana ini?”Ia pun mulai sadar telah masuk terlalu jauh kedalam hutan. Ia pun segera berlari memutar arah mencari jalan keluar. Tapi mentari sudah bersembunyi di balik cakrawala, suara-suara kehidupan malam mulai terdengar begitu memekakkan telinga,langit mulai gelap dan bulan mulai memancarkan sinarnya. Rani masih mondar-mandir mencari jalan keluar tapi suasana yang gelap membuatnya tidak bisa melihat apapun.Rani kembali menangis dan kali ini tangisannya lebih keras dari sebelumnya.
Jimmy sudah berada di depan rumah Rani. Dengan ragu-ragu ia mengetuk pintu itu tapi sebelum ia mengetuk ibu Rani sudah lebih dahulu membuka pintu dengan wajah cemas.
“Lho,nak Jimmy sendiri aja? Mana Rani?”
“Bukannya Rani sudah pulang sore tadi bu?”
“Dia belum pulang,ibu sudah menunggunya dari tadi,Ibu kira dia pergi sama nak Jimmy.Kalau begitu,dimana dia sekarang?Ya allah....putriku,dimana kamu nak...”
Jimmy langsung berlari menuju mobilnya.kemudian dia berbalik”Saya akan mencari Rani,ibu tenang saja.Saya akan membawa Rani pulang.”Ibu Rani mengangguk pelan dengan air mata bercucuran.
Jimmy pergi menuju sekolah,dia pun bertanya pada orang-orang yang tinggal disekitar situ. Salah seorang wanita memberitahukan bahwa ada seorang siswi yang berlari ke arah hutan sore tadi. Jimmy pun tanpa berfikir panjang tancap gas menuju hutan itu. Ia pun menelepon ayahnya untuk segera membawa tim bantuan ke hutan belakang sekolah untuk mencari Rani. Jimmy mengemudikan mobilnya dengan was-was memikirkan Rani. Jalan di dalam hutan sangat kecil hingga mobilnya tidak bisa masuk terlalu jauh.Jimmy pun turun dan mengambil senter di bagasi mobinya. Ia pun berlari menyusuri jalan setapak yang ia yakin adalah jalan yang dilalui oleh Rani sambil berteriak memanggil namanya.
“Ya Allah,bantulah hamba..”Rani meringkuk di atas pohon yang tidak terlalu tinggi.Ia memanjat pohon itu karena takut nanti ia kan bertemu hewan buas. Ia menangis terisak-isak. Air matanya sudah mulai mengering karena menangis berjam-jam.
“Ini semua salahku,aku benar-benar bodoh.Pak Jim pasti sangat marah padaku.hiks hiks,aku mengatakan hal yang buruk padanya,dan sekarang aku harus menerima akibatnya. Maafkan aku pak Jim,maafkan aku.Aku tak bisa mengendalikan diriku.Aku mencintaimu pak Jim,aku mencintaimu...”
“RANI.......RANI....!”Terdengar suara Jimmy memanggil nama nya dari kejauhan.
“Pak Jim,apa benar itu pak Jim? Pak Jim.....!”Rani berteriak sambil menoleh kebawah mencari sosok Jimmy.Ia pun melihat seorang pria dengan senter di tangannya tengah berlari dengan wajah khawatir dan berhenti tepat di bawah pohon tempat Rani berada.
“Rani..! kau dimana...?”
“Pak Jim...di atas sini...!”
Jimmy menengadah dan mendapati Rani sedang memeluk batang pohon. Ia pun tersenyum lega.Kekhawatiran di wajahnya mulai hilang.
“Apa yang kau lakukan di atas sana? Ayo turun!”
Rani pun turun perlahan dari pohon itu.Dengan hati-hati ia memijakkan kakinya pada dahan.Namun ia salah memijak dahan hingga ia pun tergelincir.
“Hati-hati...”Jimmy melotot kaget.
“Aaaaaaaaa”
Rani terjatuh tepat di atas lengan kekar Jimmy.Ternyata Jimmy sudah sigap menangkapnya. Rani dan Jimmy saling bertatapan lama  dengan tatapan yang sangat dalam. Jimmy menurunkan perlahan tubuh Rani dengan mata masih menatap matanya. Rani kembali mengucurkan air matanya.Jimmy langsung menarik nya kedalam pelukannya membiarkan gadis itu menangis sepuasnya dia dada bidangnya. Malam semakin larut,rembulan sudah berada di atas ubun-ubun.Dua insan itu masih hanyut dalam perasaan masing-masing. Pepohonan menari seolah ikut bahagia,Rembulan menyirami mereka dengan cahaya terang nya.
Rani melepaskan tubuhnya dari pelukan Jimmy.Tangisannya sudah mulai reda dan kini ia sudah tampak lebih tenang.
“Maafkan aku”Rani tertunduk penuh penyesalan.
“Kau benar-benar membuatku khawatir setengah mati.kenapa kau berlari kedalam hutan? Bagaimana kalau disini ada binatang buasnya.Aku takut kau akan terluka.”
Rani menengadah menatap wajah Jimmy.”Pak Jim tidak marah padaku”
“Aku tidak akan pernah marah padamu,dan mengenai pernyataan mu tadi sore.....”
“Ah sudah lah pak,tidak perlu difikirkan itu hanya.....”
“Aku juga menyukaimu. Jauh sebelum kau menyukai ku,aku sudah mencintaimu”
Degh,jantung Rani seolah berhenti berdetak. Ia menatap Jimmy berkaca-kaca”apa aku tak salah dengar?” batinnya. Jimmy tersenyum manis lebih manis dari sebelumnya membuat wajah Rani memerah. Rani tersenyum bahagia,Ia tak menyangka orang yang ia cintai juga mencintainya. Jimmy pun mendekatkan wajahnya ke wajah Rani. Rani hanya mematung dan tampak keringat dingin membasahi wajahnya. Saat bibir mereka hampir bersentuhan Rani kehilangan keseimbangan dan ambruk. Jimmy dengan sigap menangkapnya dan menepuk pelan pipinya sambil memanggil-manggil namanya. Pandangan Rani mulai kabur dan kini semua menjadi gelap.
Rani membuka matanya,awalnya terlihat kabur tapi lama-kelamaan semua menjadi jelas. Ia berada di ruangan serba putih. Terdapat selang infus yang tertancap di tangan kirinya.Ia pun mengedarkan pandangannya dan mendapati Jimmy tengah tertidur disampingnya  dengan tangan kanannya berada di genggaman pria itu. Rani menggerakkan tangannya dan Jimmy pun terbangun. Ia terlihat sangat bahagia melihat Rani sudah sadar.Tak lama kemudian Ibu Rani dan kedua orang tua Jimmy memasuki ruangan. Lalu dokter datang dan memeriksanya. Dokter pun mengatakan kondisi Rani sudah lebih baik dari sebelumnya.Setelah itu dokter pun keluar meninggalkan ruangan itu.
“Sayang...akhirnya kamu sadar juga,ibu sangat khawatir.”
“Rani baik-baik saja bu,ibu jangan khawatir.Pak Jim,makasih ya.”
“Lho,Rani kok masih manggil Jimmy Pak,manggilnya jangan pake Pak dong,kalian kan.....”Ucapan pak Wijaya terhenti saat putra nya itu memberi isyarat.Rani hanya menatap mereka bingung.
“Rani,mama ada bawa buah,nanti di makan ya,biar cepat sembuh.”Rani semakin di buat bingung dengan situasi ini. Ayah dan ibu Jimmy saling pandang lalu menatap ke arah putranya. Selang beberapa saat,Jimmy dan kedua orang tuanya serta ibu Rani meninggalkan ruangan itu meninggalkan Rani sendiri dan menyuruhnya istirahat.
“Jadi kamu belum memberitahukan semuanya pada Rani?”
“Belum pa,aku menunggu saat yang tepat.”
“Nak Jimmy sebaiknya mengatakan semunya segera,waktu itu ibu ingin memberitahu Rani tapi nak Jimmy melarang ibu,Jangan sampai terjadi hal yang tak di inginkan jika ini terus di rahasiakan.” Ibu Sri memegang pundak Jimmy pelan dan pemuda itu mengangguk pelan.
Suasana pelepasan siswa kelas dua belas SMAN 3 Kampar berlangsung meriah. Semua siswa kelas dua belas berpenampilan tampan dan cantik. Tak terkecuali Rani yang hari itu berdandan sangat cantik hingga membuat Jimmy sendiri pangling melihatnya.
“Hari ini kau sangat cantik.”
“Ah,pak Jim bohong.”Rani langsung tersipu malu atas pujian Jimmy.
Karin dan teman-temannya datang menyerbu Jimmy sambil menarik lengannya.
“Pak Jim,kita foto yuk...!”
Rani langsung memasang muka cemberut. Jimmy bingung apa yang harus ia lakukan. Sebelum Jimmy menjawab para gadis itu langsung menyeret nya untuk berfoto. Rani hanya terdiam sambil memanyunkan bibirnya. Dia pun mnghela nafas.
“Hmmm,aku saja belum berfoto dengannya.”ucapnya lirih.
Rani duduk di sebuah bangku panjang sambil menatap para siswa yang asyik berfoto. Acara pelepasan nya pun dimulai. Para siswa duduk di bawah tenda yang telah di sediakan, begitu pun para tamu. Rentetan acara demi acara berlangsung lancar. Acara di jeda saat masuk waktu Dzuhur dan dilanjutkan kembali setelah makan siang. Jam menunjukkan pukul empat sore. Semua acara telah selesai di laksanakan. Walau meriah Rani sama sekali tidak menikmati acara itu. Ia terus menatap Jimmy yang terkadang sibuk melayani siswa yang ingin berfoto dengannya. Ia sedih karena tak bisa dekat dengan Jimmy hari itu.Padahal ia ingin sekali berfoto dengan nya.
Satu persatu Para tamu dan siswa dan siswi meninggalkan tempat acara. Disekolah itu hanya tinggal beberapa siswa anggota OSIS yang membersihkan tempat acara. Ada yang menyapu,mengutip sampah,ataupun menyusun kursi-kursi acara dan menaikkan nya ke mobil pick up. Rani masih duduk di tempatnya menatap kosong ke depan.
“Ehemmm” seseorang berdehem dibelakangnya. Rani menoleh dan ternyata itu Jimmy dan ia pun duduk di samping nya.
“Pak Jim sangat populer ya”Ucap nya dengan senyum yang di paksakan.
“Kurasa begitu.”Jimmy balas tersenyum.
“Pasti senang ya meladeni siswi-siswi yang cantik itu untuk berfoto.Sudah berapa siswi yang berfoto dengan bapak?”
“Cukup banyak.”
Rani terdiam.ia tetap menatap lurus kedepan.
“Kamu cemburu ya”
“Tt tt tidak,aku gak cemburu.bapak jangan ge er”
“Hahahaha,tapi wajah mu jelas sekali memperlihatkan bahwa kau cemburu.”
Rani terdiam dan menyembunyikan wajahnya membelakangi Jimmy. Jimmy tersenyum kemudian ia berdiri lalu menarik tangan Rani.
“Foto yuk”
“Mau foto dimana,sudah terlambat. Kamera sewa sama papan karangan bunganya dah di angkut tuh”Rani menunjuk para pekerja yang tengan menaikkan papan karangan bunga ke atas mobil pick up.
“Siapa bilang kita akan berfoto di sini.” Rani menatap Jimmy bingung.
”Ayo!” Jimmy menarik Rani ke parkiran kemudian melesat meninggalkan sekolah.
“Wahhh,indahnya....”Rani terpukau melihat pemandangan yang ada di depan nya.Sinar sunset menyelimuti berhektar-hektar perkebunan sawit yang terlihat seperti hamparan permadani yang sangat luas. Warna keemasannya membuat hamparan tersebut tampak berkilauan memantulkan cahayanya. Ceklek! Mereka beberapa kali melakukan selfie dengan pemandangan indah itu sebagai background nya.
“Hari ini aku sangat bahagia,Terimakasih Pak Jim.”
“Aku juga.”Rani menatap dalam bola mata Jimmy kemudian tersenyum,begitupun Jimmy,mereka berdua tersipu malu satu sama lain.
“Rani..”
“ya.”
“Ada yang ingin kutanyakan.”
“Apa?”
“Sebelum kita bertemu di Gudang sekolah waktu itu,kau yakin benar-benar tak mengenaliku?”
“Maksud bapak?”
“Sebelum kita bertemu di gudang kita pernah bertemu sebelumnya,apa kau tidak ingat?”
Rani tampak berfikir keras mengingat apa yang di maksud Jimmy. Beberapa memori mulai terlintas dalam benaknya.

Flashback

“ Rani cepat lah,tamu kita sudah menunggu!”
“Iya bu..”
Rani masih duduk di depan kaca riasnya dengan wajah cemberut. Hari itu teman almarhum ayahnya datang bersama istri dan putranya yang katanya baru lulus kuliah di inggris. Kedatangan mereka ialah membicarakan tentang rencana perjodohan Rani dengan putra mereka setelah Rani tamat kuliah nanti. Itu adalah pertemuan pertama Rani dengan  mereka tapi Rani tampak tidak berniat untuk menemui mereka.
“Ihhhh,kenapa sih sistem perjodohan masih berlaku di zaman sekarang? Memangnya ini zaman Siti Nurbaya apa. Kalau ini bukan wasiat dari ayah,ogah aku di jodoh-jodohin”Rani mengoles bedak ke wajahnya dengan kasar. Sebenarnya dia malas berdandan tapi karena ibunya memaksa,ia tak bisa menolak.
“Maaf ya pak Wijaya,Rani agak lama,maklumlah anak gadis.”
“Gak papa bu Sri,tapi tampaknya Jimmy yang gak sabaran.”Pak Wijaya menepuk pelan bahu putranya itu.Jimmy hanya tersenyum malu.
“Ah,ini dia calon pengantinya,aduuuh,cantiknya calon mantu”Bu Wijaya tampak sumringah saat melihat Rani keluar dari kamarnya dan berjalan dengan pandangan menunduk ke arah mereka.Rani pun mencium tangan bapak dan ibu Wijaya tanpa melihat wajah mereka.Selama pertemuan itu Rani terus menundukkan pandangannya.Ia pun duduk disamping ibunya tanpa bersuara. Jimmy memandangi Rani tanpa berkedip. Saat ayah nya berdehem ia baru mengalihkan tatapan matanya.
“Ya sudah bu Sri,kami mohon pamit dulu,semoga anak-anak kita ini segera duduk di pelaminan seperti yang kita harapkan.”
“Iya,bu Wijaya. Saya berharap juga begitu.Ayo Ran,salam sama calon mertua mu!”
Rani menurut namun pandangannya tetap menatap kebawah.
“Eh,salami juga dong nak Jimmy nya,dia kan calon suami mu!”
Dengan hati kesal Rani menyalami tangan Jimmy. Setelah itu keluarga Wijaya pergi meninggalkan halaman rumah Rani.

Flashback end

“Jadi, bapak... bapak adalah...”Rani terbelalak seolah tak percaya.
“Iya,Ran,aku Jimmy yang sama yang datang bersama orang tuannya kerumahmu setahun yang lalu  menemui calon istrinya untuk pertama kali.Saat itu kau terus menunduk dan tak membiarkan bola matamu menatap ku. Itu sebabnya kau tak mengenaliku saat kita pertama kali bertemu di gudang sekolah. Awalnya aku kaget kau tak mengenalku tapi aku baru ingat tentang itu. Aku mulai merahasiakannya dan menunggu waktu yang tepat untuk mengatakannya padamu. Aku mengerti saat itu kau sama sekali tidak menyukai perjodohan ini. Oleh karena itu aku menunggu waktu yang tepat dan mencoba membuatmu menyukai ku dan tak kusangka itu berhasil.Ibu mu dan kedua orang  tua ku setuju untuk merahasiakan ini darimu. Lalu aku memutuskan bekerja di sekolahmu agar aku bisa melihatmu setiap hari. Pak Johan membantu ku dalam misi ini dengan mengatakan tujuanku bekerja di sekolah ini pada kepala sekolah. Awalnya kepala sekolah tidak mengizinkan ku tapi karena pak Johan membujuknya aku  pun di terima. Aku pun menandatangani kontrak bekerja selama satu tahun,yaitu selama kau berada di sekolah itu. Jadi saat kau lulus aku pun juga berhenti dari sekolah itu. Aku sangat berterimakasih padanya.Tanpa dia aku tak akan bisa dekat dengan mu.”
“Jadi itu sebabnya pak Jim sangat perhatian padaku daripada siswa yang lain, Betapa bodohya aku yang tak menyadari semua ini. Dulu ibuku memberikan foto bapak padaku tapi malah ku sobek dan ku buang sebelum aku melihatnya”
“Kau membuangnya?”
“Waktu itu aku sangat membenci perjodohan ini,makanya aku sama sekali gak niat ingin melihat wajah bapak.Maafkan aku.”Rani tertunduk penuh penyesalan.
“Kamu tidak perlu minta maaf,aku tau ini berat bagimu.Tapi sekarang kau dan aku sudah mengetahui perasaan masing-masing.Ku rasa itu saja sudah cukup membuatku bahagia”
Mereka saling bertatapan dengan tatapan penuh kebahagiaan.Rani sangat bersyukur dapat menjadi calon istri pria seperti Jimmy.Mereka pun berpelukan meluapkan rasa kebahagiaan yang menyelimuti hati mereka.Di depan sinar sunset ke emasan mereka pun saling meluapkan rasa kasih sayang.
“Eh, mulai sekarang kamu jangan manggil aku bapak lagi, setiap kali kau memanggilku bapak aku merasa sangat tua. Kamu panggil aku Jim aja, atau kalau Mas, abang, atau sayang juga boleh.”
“Ihhhh, apa an sih, alay deh. Aku panggil kamu Jim aja deh.” Mereka pun saling tersenyum dan kembali hanyut dalam pelukan kemesraan.
Empat tahun kemudian Rani telah lulus dari universitas negeri. Jimmy selama itu tetap setia menunggu Rani. Tak pernah sekalipun ia berpaling kepada wanita lain. Tibalah saatnya mereka melangsungkan pernikahan, momen yang mereka tunggu selama bertahun-tahun. Setelah ijab kabul di ucapkan, Rani dan Jimmy pun resmi menjadi pasangan suami istri.

The end

CERPEN FIKSI ILMIAH


KIRANA THE FAIRY MUTANT









****

     “Kirana! “ Seorang wanita tua tertatih-tatih mencari cucu kesayangannya.
     Kirana,atau biasa di panggil Ran, adalah  gadis yatim piatu yang baru menginjak usia 17 tahun. Sejak kecil ia tinggal dengan mak Ijah, ibu dari ayahnya setelah kedua orang tua nya meninggal dalam bencana tanah longsor. Mak Ijah sangat menyayanginya karena hanya dia satu-satunya cucu yang ia miliki. Walaupun kedua orang tuanya sudah tiada, Ran tidak pernah memperlihatkan kesedihannya di depan neneknya itu. Ia tidak ingin memuat neneknya sedih. Oleh karena itu ia selalu bersikap ceria dan pantang menyerah.
     Matahari sudah mulai condong ke barat, Ran masih sibuk mengikat kayu-kayu kering yang ia kumpulkan. Keringat sudah membasahi seluruh tubuhnya tetapi ia masih tampak semangat tanpa rasa lelah di wajahnya. Rambut lurus panjangnya di ikat dengan pita merah menambah ayu wajah cantiknya. Suara serangga hutan laksana nyanyian dengan sepoi angin membuat dedaunan menari pelan. Kirana menggendong kayu-kayu itu di punggungnya dan segera menemui nenek yang sedari tadi memanggilnya.
     “Ran, istirahatlah dulu.”
     “Iya nek,” Ia duduk diatas tikar daun pandan yang mereka bawa dari rumah. Mak Ijah memberinya segelas air dan kue.
     Saat tengah asyik beristirahat, Duar! Sebuah ledakan terdengar dari kejauhan hingga membuat burung-burung yang nangkring di pohon berterbangan.
     “apa itu nek”
     “entahlah”
     Kirana berdiri dan hendak mencari sumber suara ledakan itu tapi langkahnya terhenti karena mak Ijah menahan tangannya.
     “Ran ingin melihat apa itu nek,nenek tenang saja Ran akan segera kembali” Kirana berlari ke arah sumber suara dan ternyata itu dari sebuah rumah kecil di tengah hutan.
     “aduh,,,kalian ini bagaimana sih, bagaimana mesinnya bisa rusak begini?”
     “maaf prof, dosis cairan yang kami masukkan ternyata salah,tabung reaksi di dalam mesin jadi meledak.”
     “Padahal kita hampir berhasil,serum ini hampir berhasil.Bagaimana kita menguji serumnya jika kita tidak memiliki cairan ini?”
     Tiga pria berjas putih itu saling tatap lalu menghela nafas. Pria berkepala botak terlihat frustasi dengan mengelus kasar kepala botaknya.
     Kirana mengintip dari balik jendela menatap ke dalam rumah kecil itu. Ia melihat pada ketiga pria paruh baya itu.Ia menatap isi ruangan yang dipenuhi alat-alat ilmiah. Di tengah ruangan berdiri sebuah mesin yang tampak mengeluarkan asap yang Ran sendiri tak tau itu mesin apa karena bentuknya sangat aneh.Kirana yakin itulah sumber suara ledakan yang ia dengar tadi. Di atas meja berderet tabung-tabung kaca yang berisi cairan beraneka warna. Tampak burung – burung digantung diatas loteng dengan kondisi sudah mati. Beberapa binatang dikurung di kerangkeng di samping ruangan itu. Kirana merasa kasihan melihat binatang-binatang itu. Kirana mulai memasuki ruangan itu diam –diam agar tak di ketahui tiga pria itu. Kirana membuka pintu kandang binatang-binatang itu perlahan dan membiarkan mereka berlarian masuk hutan. Mendengar ada kericuhan di ruang samping, para pria itu pergi memeriksanya dan mendapati Kirana tengah berjongkok dan para binatang sudah tak ada di kandangnya.
     “hey! Apa yang kau lakukann disini”
     Kirana ketakutan dan hendak melarikan diri tapi salah satu dari mereka menghadang dan menangkapnya. Kirana mencoba untuk melepaskan diri tapi sia-sia. Mereka membawa nya keruangan tengah di dekat mesin percobaan.
     “ lepaskan aku!”
     “apa yang kau lakukan disini gadis kecil?” pria botak menatapnya sangar.
     “dia melepaskan semua binatang di kandang prof”
     “apa? “
     Saat mereka masih terus berbicara Karina memanfaatkan kesempatan itu dan menginjak kaki pria yang memegangnya untuk melepaskan diri. Pria itu kesakitan dan saat karina akan berlari pria botak menariknya tapi kakinya tersangkut kabel mesin dan terjatuh. Begitupun Karina ia terguling dan kepalanya membentur kaki meja. Sebuah botol kaca berisi cairan berwarna biru jatuh dan pecah tepat di atas punggungnya. Kirana berteriak karena cairan itu terasa sangat panas di punggungnya. Punggungnya mulai berasap pakaiannya terlihat seperti dibakar. Tiga pria itu panik dan bingung harus melakukan apa. Pria botak mencoba mengambil air dan menyiramkannya ke tubuh Kirana tapi itu justru membuat kirana semakin berteriak menahan sakit. Perlahan dari luka bakar punggungnya mulai muncul dua benjolan besar yang semakin membesar. Teriakan Kirana terdengar memilukan tatkala benjolan itu terus membesar dengan cepat. Kemudian benjolan itu meletus dan tampak tonjolan tulang keluar dari punggung gadis itu. Darah segar mulai membanjiri tubuhnya. Kirana tak henti-hentinya berteriak. Tonjolan tulang itu kian memanjang dan  terus memanjang dan akhirnya berhenti saat panjangnya melebihi panjang tubuh gadis itu. Tak kuat menahan sakit yang mendera tubuhnya, Karina pun tersungkur di lantai dan kehilangan kesadaran.
     Tiga pria itu terpaku menatap seolah tak percaya dengan apa yang ia lihat barusan. Mereka tampak sedih sekaligus bahagia karena serum yang mereka buat ternyata berhasil. Lalu mereka menghampiri tubuh Kirana yang sudah bermandikan darah.
     “apa dia mati?”
     “tidak,dia belum mati. Lihat! Dia masih bernafas.”
     “prof, apa yang harus kita lakukan?”
     “kita harus merawat gadis ini. Ini akan menjadi bukti bahwa eksperimen kita ternyata berhasil.”
    “tapi prof,serum itu belum sempurna. Kita kekurangan satu cairan lagi untuk menyempurnakannya.”
     “kita fikirkan itu nanti,ayo angkat tubuh gadis ini!”
     Mereka menelungkupkan tubuh gadis itu di tempat tidur yang sangat lebar. Mereka mengobati luka nya dan memasangkan berbagai peralatan medis pada tubuh gadis itu. Sepasang tulang panjang yang mirip seperti tulang sayap burung itu dibentangkan dan mulai di bersihkan.
     Sementara itu, mak Ijah mondar mandir menunggu kedatangan Kirana yang belum juga pulang. Hari sudah mulai gelap. Mak Ijah khawatir kirana kenapa-napa di dalam hutan. Ia pun memutuskan mencari kirana bersama dua pria tetangganya. Berjam-jam mencari tapi mereka belum juga menemukannya. Mak Ijah menangis dan memanggil-manggil nama cucunya itu. Tapi tak juga menemukannya. Tetangga menenangkan mak Ijah dan mengajaknya pulang karena malam sudah larut. Dengan berat hati mak Jah mengikuti ajakan mereka.
     Kirana  membuka matanya perlahan. Sinar mentari yang masuk lewat jendela menyilaukan matanya. Ia tak bisa menggerakkan punggungnya dan seluruh tubuhnya terasa sakit. Ia merasa ada yang aneh pada punggungnya. Dua orang pria masuk dan meletakkan sepiring bubur dan segelas susu di atas meja. Lalu ia mulai memeriksa keadaannya.
     “wah,reaksinya sangat cepat! Gus lihat kesini!” pria yang di panggil Agus itu segera menghampirinya.
     “wah,kau benar.bulu-bulunya sudah mulai tumbuh! Ini benar-benar hasil eksperimen kita yang mengagumkan.”
     “a a apa yang sudah kalian lakukan padaku?” suara Kirana terdengar sangat lemah.
     “kau sudah sadar rupanya. Apa kau mau sarapan?”
     “kalian belum menjawab pertanyaan ku”
     Kedua pria itu saling pandang dan tampak gugup. Agus pun menghela nafas.
     “maaf kami membuatmu harus mengalami ini. Sebenarnya kami tidak merencanakannya,ini murni kecelakaan,ya kan din?”
     “i ii iya, kau ingatkan saat kau membentur meja dan sebuah cairan mengenai punggungmu? Cairan itu membuat punggungmu seperti ini. Tapi kau tenang saja kau akan baik-baik saja.”
     “apa ini di pungungku kenapa rasanya berat sekali?”
     “itu tulang sayap mu, tidak lama lagi kau akan menjadi satu-satunya manusia yang memiliki sayap di dunia ini.” Udin terlihat sangat bersemangat.
     “apa,sayap?”
     “iya, ini adalah eksperimen kami. Kami mengambil sampel DNA dari organ tubuh burung merpati dan kami reaksikan agar bisa melakukan mutasi genetik pada organ tubuh lain. Sehingga akan membuat  binatang lain dapat memiliki sayap seperti burung. Kami pikir ini hanya akan kami uji pada binatang,tapi ternyata justru berhasil pada manusia. Dan yang lebih mengejutkan lagi, reaksinya sangat cepat. Seharusnya sayap baru tumbuh tiga atau empat hari, tapi itu langsung tumbuh dengan cepat di punggungmu.”
     Kirana tertegun mendengar penjelasan  dari udin. Ia mulai berfikir para pria disini sudah gila dan dia adalah korban kegilaan mereka.
     “kau tenang saja,kami akan merawatmu dan membuatmu terbiasa dengan kondisi ini.”
     Hari berlalu bulan berganti. Tak terasa setahun sudah kirana bersama tiga ilmuwan itu. Kirana pun sudah bisa menyesuaikan diri dengan keadaan tubuhnya. Kini sayapnya sudah dipenuhi bulu berwarna putih. Bahkan kini ia bisa terbang mengepakkan sayapnya itu. Kondisi tubuhnya sudah lebih baik dari sebelumnya. Kirana teringat dengan neneknya. Bagaimana keadaan neneknya sepeninggalnya? Pertanyaan itu terus menghantui pikirannya. Ia pun mohon izin pada Supri, Agus dan Udin untuk pulang kerumah.
     “kami akan ikut bersamamu. Ingat ! kita harus bertemu orang penting minggu depan.” Supri mengingatkan.
     “orang penting?”
     “iya, apa Udin dan Agus belum memberitahumu?” Supri melayangkan pandangnnya pada kedua anak buahnya itu, dan mereka hanya menggeleng dengan ekspresi gugup.
     “ kita akan menemui pimpinan kami untuk mempresentasikan hasil eksperimen yang telah kami lakukan.”
     “lalu kenapa aku harus ikut?”
     “Ran,kau adalah hasil dari eksperimen kami itu. Tentu saja kau harus ikut.”
     “kalian tidak akan menjualku kan?”
     “tentu saja tidak.kau itu berharga bagi kami.”
     Kirana akhirnya setuju ikut dengan mereka.
     Mereka pun keluar dari hutan menggunakan mobil jeep kecuali kirana yang terbang tak jauh di atasnya. Kemampuan terbangnya sudah sangat baik. Sesampainya di rumah mak Ijah, kirana mengetuk pintu pelan seraya memanggil lembut neneknya itu. Para tetangga yang melihat kirana kaget bukan kepalang melihatnya pulang setelah satu tahun hilang di hutan. Yang lebih mengagetkan lagi kondisi nya sekarang yang memiliki sepasang sayap indah di punggungnya.
     Mak Ijah membukakan pintu. Ia terkejut melihat cucu kesayangannya berdiri di depan pintu. Dengan tangisan haru ia memeluk erat tubuh gadis itu melepaskan kerinduan. Saat mereka hanyut dalam tangisan kebahaagiaan, Mak Ijah pun tercengang dan langsung melepaskan pelukan mereka saat menyadari ada sepasang sayap di punggung cucunya.
     “Ran..,a a apa itu yang ada di punggung mu!” Kirana tersenyum dan mengembangkan sayapnya hingga membuat mak Ijah hampir pingsan melihatnya.
     Mereka duduk di kusi tamu mendengarkan Supri. Suasana tampak tegang.
“itu lah yang terjadi nek.” Supri menjelaskan semuanya pada mak Ijah. Mak Ijah hanya bisa terpaku mendengar semua yang menimpa cucunya. Ia pun kembali memeluk cucunya dengan air mata bercucuran. Supri pun minta izin pada mak Ijah untuk membawa Kirana ke Jakarta minggu depan. Awalnya mak Ijah tidak mengizinkan tapi Kirana meyakinkan dan akhirnya mengizinan mereka membawa cucunya dengan berat hati. 
     Profesor supri, agus dan udin turun dari mobil dengan gaya cool ala film di televisi di depan sebuah gedung Pusat Riset Biologi Nasional. Tak lama kemudian mereka pun memasuki sebuah ruangan luas dengan puluhan orang-orang berpakaian rapi. Dengan bangga mereka berdiri di atas podium lalu mulai membuka acaranya.
     “bapak-bapak dan ibu-ibu para ilmuan yang kami hormati, terima kasih telah hadir dalam acara ini. Sambutlah hasil eksperimen yang kami lakukan selama dua tahun ini. Kirana si gadis bersayap!”
     Atap tempat Supri, udin dan Agus berdiri terbuka dan turunlah Kirana secara perlahan sambil membentangkan kedua sayapnya. Gaun putih yang dirancang khusus untuknya itu melambai-lambai dan kecantikan wajahnya membuat penampilannya tampak sempurna, seperti bidadari turun dari langit. Semua mata terpana melihat Kirana. Tentu saja Supri dan kedua anak buahnya merasa bangga. Tanpa mereka sadari sebuah tatapan ambisius tengah mengintai mereka.
     Acara presentasi sukses di lakukan. Profesor Supri dan anak buahnya mendapat banyak ucapan selamat atas keberhasilannya. Pimpinan mereka pun juga terkesan dengan hasil eksperimen yang mereka buat. Mereka pun di perbolehkan kembali bekerja di pusat riset biologi tersebut.
     Beberapa saat kemudian seorang pria berkaca mata hitam dengan dua orang pengawal di sampingnya datang menghampiri Profesor Udin. Supri tau benar siapa itu. Ia adalah Broto si ambisius yang akan melakukan segala cara untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Ia juga yang menyabotase hasil eksperimen yang sebelumnya ia lakukan sehingga ia di depak keluar dari gedung itu. Kali ini tak kan ia biarkan ia mendekati Kirana.
     “Wah wah wah, Profesor Supri. Hasil eksperimen mu kali ini sangat mengagumkan.” Supri hanya diam menatapnya tajam. Dendam masa lalu masih membekas di hatinya. Andai saat itu ia punya bukti untuk membuatnya membusuk  di penjara karena sudah menyabotase hasil eksperimennya. Tapi, kekuatan uang mampu membuat ia yang dipersalahkan dan di tendang keluar dari pusat riset.
     “ untuk apa kau menemuiku?”
     “ooo,santai, saya hanya ingin memberimu selamat. Apa itu salah? Jujur saya sangat terkesan pada hasil eksperimenmu. Kau berhasil menghasilkan suatu keajaiban yang indah. Selamat Profesor,selamat....” Cengiran licik terlihat jelas di wajahnya yang sudah berkeriput. Kemudian Broto pergi meninggalkan Supri.
     Kirana terbang bebas mengitari gedung-gedung tinggi menjulang. Ia sangat bahagia. Dulu ibunya sering bercerita tentang peri-peri kecil bersayap yang selalu berterbangan di antara bunga-bunga. Kini ia merasa seperti peri-peri itu.
     “Ran! Apa kau bisa mendengarku” suara Agus terdengar dari seberang earphone yang ia kenakan.
     “ ya, pak Agus,ada apa?”
     “Kamu di mana? Ayo ke gedung sekarang! Penting!” Agus mematikan sambungannya.
     Kirana terbang memutar kembali ke gedung pusat riset. Ia pun mendarat di puncak gedung yang disana telah menunggu Supri, Agus dan Udin.
     “ada apa?”
     “Kamu darimana saja?”
     “aku abis muter-muter mengitari kota, untuk melatih kemampuan terbangku”
     “ada yang perlu kami katakan padamu,jadi tolong dengarkan baik - baik karena ini sangat penting. Begini, serum yang mengenai punggung mu itu belum sempurna. Jadi, ada kekurangan dari serum tersebut. Sebenarnya ada satu campuran zat terakhir untuk menyempurnakan serum itu. Tapi karena mesinnya meledak kami tidak bisa membuatnya. Jadi, serum itu memiliki efek samping.”
     “efek samping?”
     “iya,karena serum itu bermutasi dengan gen yang ada di tulang belakang dekat dengan jantung, itu berdampak pada kerja jantung. Jadi kamu jangan pernah terbang terlalu tinggi karena tekanan tinggi di bagian atmosfer bumi bagian atas akan membuat jantungmu mengeras dan kamu akan mati.” Supri menjelaskan dengan wajah yang sangat serius.
     “ohhh,begitu. Tapi kalian tenang aja aku gak akan terbang terlalu tinggi kok.”
     Proyek eksperimen profesor Supri mulai di kembangkan. Proyek itu hampir setengah jalan,tapi Supri terkejut saat mengetahui bahwa Broto yang menjadi investor utama proyeknya. Supri curiga ini pasti rencananya untuk mencuri hasil eksperimennya lagi. Profesor Supri menghentikan proyeknya dan langsung membuat para ilmuwan lain yang ikut terlibat kecewa padanya. Supri menjelaskan tentang kelicikan Broto pada mereka tapi tak satupun yang percaya padanya. Supri, Agus dan Udin menghancurkan laboratorium tempat proyek di langsungkan. Pimpinan Riset marah besar dan memerintahkan untuk menangkap mereka. Broto memanfaatkan keributan itu untuk menangkap Kirana. Tapi hal itu langsung di ketahui oleh Supri dan anak buahnya. Mereka pun segera meminta Kirana menemui mereka di puncak gedung.
     “Ran, kau dalam bahaya,sekarang cepatlah pergi,cepat..”
     “a a ada apa pak Udin? Kenapa kalian tampak khawatir?”
     Para orang suruhan Broto telah naik ke puncak gedung tersebut dan mendapati mereka berada disana. Beberapa di antara mereka ada yang memegang  pistol jala untuk menangkap Kirana dan yang lainnya memegang senjata api.
     “Ayo cepat pergi dari sini! Cepatlah!” Supri mendorong Kirana dan dengan ragu-ragu Kirana terbang melesat meninggalkan mereka. Dorr...! suara tembakan terdengar mengarah padanya tapi untung saja meleset. Kirana menoleh dan melihat Supri, Agus dan Udin di tangkap oleh mereka. Dengan bercucuran air mata ia melanjutkan penerbangannya.
     Kirana menangis terisak-isak dengan terus mengepakkan sayapnya di bawah langit senja. Ia menatap matahari yang mulai bersembunyi di balik cakrawala lautan yang luas. Lalu sayup-sayup ia mendengar suara helikopter dari kejauhan. Kirana pun terbang di tempat dan menoleh kearah sumber suara helikopter tersebut. Suara itu kian mendekat dan muncullah tiga helikopter dengan pria-pria yang menangkap Supri dan anak buahnya tadi di sisi helikopter. Mereka menembakkan jala kearahnya tapi untungnya Kirana bisa menghindar. Kirana terbang lebih cepat dan dengan lihainya ia menghindari setiap tembakan. Helikopter - helikopter itu terus mengejarnya. Kirana terbang berputar dan melesat memutar arah hingga membuat dua helikopter saling bertabrakan dan meledak lalu  jatuh ke lautan dibawahnya. Tinggal satu helikopter yang mengejarnya. Ternyata didalamnya ada Broto yang dengan wajah kesal penuh amarah menembakkan pistolnya bertubi-tubi ke arah Kirana. Salah satu tembakan mengenai lengan kirinya. Kirana terbang menjauh tapi helikopter ini sama cepatnya dengan kecepatannya. Ia pun terbang naik ke atas karena helikopter tidak mungkin bisa terbang terlalu tinggi. Benar saja, saat helikopter itu menyusul Kirana naik keatas helikopter hilang kendali dan akhirnya jatuh ke laut. Kiran lega ia terbebas dari kejaran mereka. Tapi tiba-tiba ia teringat ucapan Supri yang melarangnya terbang terlalu tinggi. Ia mulai merasa jantungnya makin melemah dan ia pun merasakn sakit di dadanya. Perlahan ia kehilangan kekuatan dan penglihatannya. Kirana pun hampir kehilangan kesadaran dan mulai merasa detakan jantungnya mulai melemah. Tubuhnya pun jatuh menuju laut. Berbagai slide gambaran kenangan masa kecilnya terlintas di benaknya. Mulai wisatanya dengan kedua orang tuanya ke pantai Ancol hingga kejadian naas malam itu yang merenggut nyawa kedua orang tuanya.
     “ibu,ayah,sepertinya aku bisa menyusul kalian sekarang. Nenek, maafin Ran gak sempat pamit sama nenek. Ran sayang sama nenek.” Ucapnya lirih dengan air matanya bercucuran. Tubuhnya kian mendekati laut dan akhirnya di telan gelombang lautan luas.
Berita tentang jatuhnya tiga helikopter di selat sunda menyebar sangat cepat. Begitupun tentang hilangnya si gadis bersayap yang belum lama menjadi perbincangan masyarakat. Profesor supri, Agus dan udin menatap luasnya selat sunda dari atas dermaga. Bulir-bulir airmata tampak di sudut mata Supri mengungkapakan kesedihannya tentang nasib tragis yang menimpa Kirana.Ia sudah menyayangi Kirana seperti putrinya sendiri. Sedang Udin dan Agus menangis mengharu biru sambil berpelukan menangisi kepergia Kirana.
“Kini Selat sunda menjadi saksi bisu kematian Kirana” ucap Supri.
“Seharusnya kita tak membawa gadis malang itu ke kota,jadi hal ini tidak akan terjadi,huwa..... Ran kita yang malang...!” Udin memeluk Agus yang juga menangis. Mereka pun hanyut dalam penyesalan.

The end